"Jawa Tengah dipilih karena bagus. Model baru dari pengelolaan PNPM, dimana bukan pusat yang menentukan tapi gubernur," kata Deputi Menteri Koordinator Bidang Penanggulangan Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat Kemenkokesra, Sujana Royat, dalam Diseminasi dan Lokakarya Model Linkage Keuangan PNPM Mandiri Se-Jateng, di Hotel Novotel, kemarin.
Nantinya, pengendalian PNPM se-Jateng ada di tangan gubernur. Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Kemenkokesra) hanya membantu pelaksanaan. "Dengan model ini, Gubernur Jateng ingin buat PNPM otonomi. Kami tidak masalah apa namanya, yang penting prinsip PNPM dijalankan yakni direncanakan, dilaksanakan, dan diawasi oleh masyarakat," ujar Ketua Pokja Pengendali PNPM Mandiri.
Salah satu upaya untuk mendukung penguatan pinjaman dana bergulir atau DAPM dan pengembangan PNPM, yakni melibatkan pemerintah daerah dan pemangku kebijakanlainnya di daerah untuk ikut berpartisipasi dalam program PNPM Mandiri. Dengan sistem PNPM seperti ini, diharapkan bisa seluruh orang miskin di Jawa Tengah dapat terlayani. Selama ini orang miskin tidak bisa dapat bantuan karena tidak punya KTP dan tidak terdata.
"Tiap kecamatan rata-rata mendapat dana bergulir PNPM Rp 2-3 miliar. Dimana minimal 25% harus diberikan untuk usaha bergulir yang dijalankan oleh kaum perempuan," tuturnya.
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo berharap PNPM Mandiri dapat dioptimalkan untuk mengurangi angka kemiskinan di wilayah ini yang masih cukup tinggi. Dengan pengalaman selama tujuh tahun, diharapkan dana besar milik PNPM dapat mendorong penyelesaian persoalan kemiskinan.
"Program PNPM otonomi diharapkan dapat diintegrasikan dengan program pemerintah provinsi, sehingga seluruh pemberdayaan dapat didorong dan hasilnya maksimal," ujarnya.
Terkait dengan pengawasan penyaluran dana PNPM Mandiri, sampai saat ini gubernur belum menemukan model sistem monitoring evaluasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar