Laman

Jumat, 15 Agustus 2014

ROAD MAP PNPM MANDIRI

PETA JALAN PNPM MANDIRI
MENUJU KEBERLANJUTAN
PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

LANGKAH KEBIJAKAN
PILAR PERTAMA
Integrasi Program Pemberdayaan Masyarakat
PILAR KEDUA
Keberlanjutan Pendampingan
PILAR KETIGA
Penguatan Kelembagaan Masyarakat
PILAR KEEMPAT
Penguatan Peran Pemerintah Daerah
PILAR KELIMA
Perwujudan Tata Kelola Yang Baik (Good Governance)



PILAR PERTAMA
INTEGRASI PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
Pernyataan Kebijakan:
Integrasi Perencanaan Pembangunan Partisipatif
PNPM Mandiri telah memperkuat partisipasi, transparansi dan akuntabilitas dalam seluruh proses tahapan pembangunan.
Keberlanjutan dari penguatan tersebut akhirnya ditentukan oleh terintegrasikannya dan diinstitusionalisasikannya prinsip, mekanisme dan tata kelola yang dipromosikan PNPM Mandiri ke dalam prinsip, mekanisme dan tata kelola perencanaan pembangunan di daerah.
Agar rencana pembangunan yang disusun masyarakat melalui lembaga/kelompok yang telah didampingi PNPM Mandiri tidak menjadi ekslusif, maka hasil perencanaan lembaga/kelompok masyarakat di suatu desa/kelurahan perlu diintegrasikan dengan perencanaan desa/kelurahan (satu desa/kelurahan - satu perencanaan). Selanjutnya, usulan kegiatan di tingkat desa/kelurahan dapat diakomodir dalam pendanaan pelaksanaan pembangunan di tingkat yang lebih tinggi (Kecamatan, Kabupaten/Kota).

PILAR KEDUA
KEBERLANJUTAN PENDAMPINGAN
Pernyataan Kebijakan:
Keberlanjutan Pendampingan dan Fasilitasi yang Efektif
Pemberdayaan masyarakat memerlukan keterlibatan berbagai pihak, masyarakat, pemerintah (daerah beserta perangkat kerjanya), dan dunia usaha untuk memberikan kesempatan dan menjamin keberlanjutan berbagai hasil yang telah dicapai. Salah satu unsur keberhasilan PNPM Mandiri terkait erat dengan fasilitasi dan pendampingan masyarakat yang efektif.
Temu Nasional PNPM Pertama (2008), mengeluarkan 7 (tujuh) deklarasi yang salah satunya merekomendasikan untuk "Memperkuat kapasitas dan kompetensi pendamping masyarakat sebagai ujung tombak pemberdayaan masyarakat serta pengakuan terhadap profesi dan kinerja untuk mewujudkan kewirausahaan sosial".
Deklarasi tersebut merupakan pengakuan terhadap peran kunci fasilitator dan pendamping masyarakat, sekaligus menegaskan kembali misi fasilitator dan kegiatan fasilitasi untuk mewujudkan tujuan-tujuan PNPM Mandiri. Untuk itu, diperlukan peningkatan kompetensi dan kapasitas fasilitator, sehingga selanjutnya fasilitasi dan pendampingan masyarakat dilaksanakan oleh fasilitator dan pendamping yang handal yang berbasis standar kinerja fasilitator, serta berpedoman pada standar perilaku fasilitator pemberdayaan masyarakat.
Fasilitasi dan pendampingan Masyarakat dilaksanakan dengan memfokuskan dan meningkatkan peran: (i) Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat, (ii) Pendamping Lokal yang berasal dan bekerja bersama masyarakat, dan (iii) Pemandu Pemberdayaan Masyarakat yang berasal dari aparat Pemerintah Daerah.
Beberapa upaya peningkatan efektifitas perlu dilakukan dalam rangka keberlanjutan penyelenggaraan pendampingan, diantaranya adalah (i) Pengakuan profesi fasilitator pemberdayaan masyarakat melalui sertifikasi oleh lembaga sertifikasi fasilitator pemberdayaan masyarakat, (ii) Mewajibkan setiap program pemberdayaan masyarakat menggunakan fasilitator dan pendamping masyarakat yang memiliki sertifikasi sebagai fasilitator pemberdayaan masyarakat, dan (iii) Memperbaiki standar imbalan kerja beserta dukungan operasional yang memadai. Peningkatan kompetensi dan kapasitas fasilitator tersebut pada hakekatnya merupakan upaya berkelanjutkan untuk memelihara investasi dan mengembangkan aset sumber daya manusia yang memfasilitasi kegiatan pemberdayaan masyarakat dan pembangunan masyarakat pada umumnya.

PILAR KETIGA
PENGUATAN KELEMBAGAAN MASYARAKAT
Pernyataan Kebijakan:
Penguatan Kapasitas dan Status Hukum Lembaga Pemberdayaan Masyarakat
Lembaga Masyarakat yang dibentuk oleh program-program pemberdayaan masyarakat yang telah menyerap banyak sumber daya dan sumber dana baik dari pemerintah maupun dari partisipasi masyarakat memerlukan penguatan dalam kapasitas dan status hukumnya. Tujuannya ialah agar: (i) lebih efektif dalam melayani sebanyak mungkin warga miskin; (ii) penyelenggaraan kegiatannya secara hukum terlindungi, dan dana yang dikelolanya aman, akuntabel; serta (iii) berkelanjutan dan berkembang melalui kerjasama dengan kelembagaan pemerintah daerah, swasta dan masyarakat. Penguatan lembaga pemberdaya masyarakat ini diperlukan guna menghindari resiko gagalnya investasi modal sosial yang telah dicurahkan oleh Pemerintah selama ini.

PILAR KEEMPAT
PENGUATAN PERAN PEMERINTAH DAERAH
Pernyataan Kebijakan:
Peningkatan Integrasi dan Koordinasi Pusat dan Kemitraan Pusat – Daerah.
Mendorong peningkatan peran Pemerintah Daerah tidak saja akan mengurangi beban Pemerintah Pusat, melainkan sekaligus memperkuat kapasitas dan kualitas Pemerintah Daerah. Dalam penyelenggaraan pembangunan umumnya dan program pemberdayaan masyarakat khususnya, Pemerintah Pusat perlu secara bertahap mengalihkan berbagai dukungan serta pengelolaan program kepada Pemerintah Daerah. Sebaliknya, Pemerintah Daerah diharapkan mampu berinisiatif dalam mengembangkan program-program pemberdayaan masyarakat di wilayahnya agar sesuai dengan keadaan dan kebutuhan di wilayahnya.

PILAR KELIMA
PERWUJUDAN TATA KELOLA YANG BAIK (GOOD GOVERNANCE)
Pernyataan Kebijakan:
Tata Kelola yang Efektif dan Responsif
Tata Kelola yang baik, transparan, akuntabel sejalan dengan komitmen pemerintah untuk tidak menolerir berbagai tindak penyimpangan dana dan korupsi dalam penyelenggaraaan program pemberdayaan  masyarakat dan penanggulangan kemiskinan. Perbaikan Tata Kelola dan Anti Korupsi sendiri merupakan bagian integral dalam susunan prinsip, mekanisme dan pelaksanaan PNPM Mandiri dengan berbagai hasil keluaran yang bervariasi di berbagai lokasi.
Berdasarkan berbagai evaluasi dan kajian terhadap pelaksanaan PNPM Mandiri, implementasi kebijakan mengenai tata kelola dan anti korupsi membutuhkan peningkatan yang terus menerus mulai dari pengelola di tingkat pusat hingga ke daerah, mulai dari tenaga pendamping hingga pelaku di berbagai lembaga masyarakat, dan yang tujuan paling akhir adalah terinternalisasinya prinsip-prinsip transparansi dan akuntabilitas bagi kelompok masyarakat itu sendiri.
Perbaikan transparansi dan akuntabilitas program melalui peningkatan kesadaran hak dan pemberdayaan hukum masyarakat harus pula diikuti oleh dukungan dan kerjasama dengan berbagai lembaga penegak hukum, baik di tingkat pusat maupun daerah. Hasil evaluasi terhadap proses penyelesaian kasus penyimpangan prinsip dan prosedur dan kasus korupsi menunjukkan bahwa proses hukum yang tidak terbuka justru menghambat efektifitas penyelesaian kasus. Proses penegakan hukum yang lambat dan mengabaikan rasa keadilan di masyarakat justru menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga penegak hukum itu sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar