Laman

Jumat, 21 November 2014

UMK Kabupaten/Kota 2015 di Jawa Tengah

Sesuai berita yang dilansir Humas Pemprov Jawa Tengah, bahwa Gubernur Jawa Tengah H Ganjar Pranowo SH pada tanggal 20 Nopember 2014, telah menetapkan keputusan UMK 2015. Keputusan UMK tertuang dalam Keputusan Gubernur Jateng Nomor 560/85 Tahun 2014. UMK diputuskan setelah melalui dialog dan konsultasi dengan seluruh pemangku kepentingan.

“Saya gak tanggung-tanggung kok konsultasi saya. Sama menaker, menko, presiden, buruh, pengusaha dan bupati. Pada rapat terakhir ada beberapa kabupaten yang UMK nya dinaikkan dari usulan bupati/walikota. Saya sudah mencoba seoptimal mungkin. Tentu ada yang setuju dan tidak,” bebernya saat ditemui wartawan usai mengumumkan penetapan UMK di ruang rapat Gedung A lantai II Kantor Gubernur, Kamis (20/11).
Ditambahkan, dirinya paham betul ada pihak-pihak yang pasti tidak berkenan. Tapi dia memastikan inilah hasil optimal yang bisa dicapai dari seluruh komunikasi dan demokratisasi dalam penyusunan UMK.
“Saat saya menerima teman-teman buruh disini saya bertanya adakah survey yang sudah pas. Jawabannya belum. Yang mendekati pas mana? Kota Semarang dan Demak. Itu kata teman-teman buruh lho. Yang lain belum benar dan yang benar versi mereka. Artinya seluruh angka yang ada relatif. Karena angka relatif, maka saya juga mendorong untuk mengambil langkah berkomunikasi dengan para pemangku kepentingan,” jelasnya.

Gubernur berharap langkah yang diambil adalah langkah yang bijaksana. Sebab, jika dilihat dari catatan yang ada, UMK Provinsi Jawa Tengah sudah cukup baik. 31 kabupaten/ kota sudah memenuhi 100 persen KHL dan rata-rata kenaikannya 14,96 persen. UMK tertinggi Kota Semarang Rp 1.685.000 dan terendah Kabupaten Banyumas Rp 1.100.000.

Pihaknya tidak menampik jika kenaikannya ada yang masih kurang dari laju inflasi. Seperti di Solo Raya. Karenanya saat bertemu dengan Apindo pada hari Selasa (18/11) lalu, dirinya sudah memperingatkan agar mereka mau membela buruh dan mendapat tanggapan positif.

Pasca ditetapkannya UMK, gubernur menginstruksikan kepada bupati/ walikota untuk melakukan sosialisasi kepada Apindo, serikat pekerja/ serikat buruh dan perusahaan di wilayah masing-masing, memfasilitasi perusahaan yang tidak mampu mengajukan penangguhan upah minimum terhadap pekerja/ buruh yang masa kerjanya kurang dari setahun dan bagi pekerja/ buruh yang masa kerjanya lebih dari setahun diminta mengefektifkan forum perundingan melalui Lembaga Kerja Sama (LKS) bipartit atau pengusaha dengan PUK (Pimpinan Unit Kerja) yang ada di perusahaan.

Gubernur menandaskan, perusahaan dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum. Bagi yang melanggar, berdasar UU Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan akan dikenai sanksi pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama empat tahun dan atau denda paling sedikit Rp 100 juta dan paling banyak Rp 400 juta. Semua pihak diminta gubernur untuk mengawasi dan melaporkan apabila terjadi pelanggaran.

 Berikut daftar upah minimun di 35 Kabupaten/Kota di Jawa Tengah tahun 2015
1. Kota Semarang Rp 1.685.000
2. Kabupaten Demak Rp 1.535.000
3. Kabupaten Kendal Rp 1.383.000
4. Kabupaten Semarang Rp 1.419.000
5. Kota Salatiga Rp 1.287.000
6. Kabupaten Grobogan Rp 1.160.000
7. Kabupaten Blora Rp 1.180.000
8. Kabupaten Kudus Rp 1.380.000
9. Kabupaten Jepara Rp 1.150.000
10. Kabupaten Pati Rp 1.176.500
11. Kabupaten Rembang Rp 1.120.000
12. Kabupaten Boyolali Rp 1.197.800
13. Kota Surakarta Rp 1.222.400
14. Kabupaten Sukoharjo Rp 1.223.000
15. Kabupaten Sragen Rp 1.105.000
16. Kabupaten Karanganyar Rp 1.226.000
17. Kabupaten Wonogiri Rp 1.101.000
18. Kabupaten Klaten Rp 1.170.000
19. Kota Magelang Rp 1.211.000
20. Kabupaten Magelang Rp 1.255.000
21. Kabupaten Purworejo Rp 1.165.000
22. Kabupaten Temanggung Rp 1.178.000
23. Kabupaten Wonosobo Rp 1.166.000
24. Kabupaten Kebumen Rp 1.157.000
25. Kabupaten Banyumas Rp 1.100.000
26. Kabupaten Cilacap
Wilayah Kota Rp 1.287.000
Wilayah Timur Rp 1.200.000
Wilayah Barat Rp 1.100.000
27. Kabupaten Banjarnegara Rp 1.112.500
28. Kabupaten Purbalingga Rp 1.101.600
29. Kabupaten Batang Rp 1.270.000
30. Kota Pekalongan Rp 1.291.000
31. Kabupaten Pekalongan Rp 1.271.000
32. Kabupaten Pemalang Rp 1.193.400
33. Kota Tegal Rp 1.206.000
34. Kabupaten Tegal Rp 1.155.000
35. Kabupaten Brebes Rp 1.166.550

 "Penetapan UMK sudah memperhatikan kenaikan harga BBM," tegasnya.

IMPLEMENTASI UU DESA, APA YANG KITA PERBUAT?

UU Desa disusun atas inisiatif pemerintah untuk memberikan status hukum yang lebih kuat bagi desa dan memastikan alokasi anggaran pembangunan tahunan dapat disalurkan pemerintah pusat dan pemerintah daerah ke desa-desa. Dengan langkah ini, masyarakat dapat memenuhi kebutuhan dasar mereka.  Sekarang pemerintah desa dapat mengelola uangnya sendiri dan memutuskan penggunaan dana yang diberikan pemerintah.

UU No. 6/ 2014 menegaskan desa berkedudukan di wilayah kabupaten atau kota. Maknanya desa bukan lagi sebagai sub-ordinat Kabupaten/Kota.

Di sisi yang lain, UU Desa memberi peluang desa-desa di satu kecamatan bekerja sama. Kerja sama antar desa dituangkan dalam peraturan bersama kepala desa melalui kesepakatan musyawarah antar desa.
Kerjasama antar desa dilaksanakan oleh Badan Kerjasama Antar Desa yang dibentuk melalui Peraturan Bersama Kepala Desa. Kerjasama dimaksud dapat meliputi pengembangan usaha bersama untuk mencapai nilai ekonomi yang berdaya saing. Bisa juga dalam kegiatan kemasyarakatan, pelayanan, pembangunan dan pemberdayan masyarakat antar desa atau dalam bidang keamanan dan ketertiban.
Dalam melaksanakan pembangunan antar-desa, BKAD dapat membentuk kelompok atau lembaga sesuai dengan kebutuhan. Sedangkan dalam pelayanan usaha antar desa, dapat membentuk BUM Desa yang merupakan milik satu desa atau lebih.

Jadi, BPD dalam UU yang baru ini tidak lagi menjadi bagian dalam penyelenggaraan pemerintahan desa. BPD diposisikan sebagai lembaga desa yang melaksanakan fungsi pemerintahan yaitu membahas dan menyepakati Raperdes bersama Kades, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat desa, dan melakukan pengawaaan kinerja Kades. Sedangkan LPMD didorong membantu pelaksanaan fungsi penyelenggaraan pemerintah desa, pelaksanaan pembangunan desa pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa.

Untuk kepentingan itu, Bapermades Provinsi/Kabupaten/Kota sebagai institusi pemberdayaan masyarakat dalam rangka implementasi Undang-undang Desa Nomor 6 tahun 2014 tidak kurang baiknya menyiapkan desa sejak awal guna memberikan pemahaman secara komprehensif berkait dengan diundangkannya regulasi pro-desa tersebut.

Di luar itu, tidak ada salahnya lembaga pemberdayaan ini juga menggelar pelatihan-pelatihan pelaporan dan pertanggungjawaban atas pemanfaatan dana yang tidak sedikit yang bakal mengucur ke desa melalui dana APBN.

Di samping kedua hal di atas, layak kiranya desa dan aparaturnya diberikan pelatihan menyangkut peningkatan kapasitas sumberdaya manusia (SDM), sehingga mereka memiliki daya tawat tinggi dan tidak salah langkah dalam menerjemahkan anggaran ke desa.
Kapasitas pengelola Dana Desa harus memadai agar dalam mengelola Dana Desa tidak terjadi kesalahan maupun penyelewengan. Perangkat desa harus dibekali pengetahuan dan mempunyai kualifikasi teknis di bidang pemerintahan, administrasi perkantoran, administrasi keuangan, dan perencanaan. Dalam rangka pengelolaan dan pengawasan keuangan desa yang lebih akuntabel dan transparan, maka publikasi APBDes juga perlu dilakukan.

Pelatihan tentang SDM ini bisa saja melibatkan secara terpisah maupun terintegrasi dari elemen pemerintah desa, seperti Badan Permusyawaratan Desa (BPD) sebagai pelaku kontrol jalannya pelaksanaan pembangunan desa dan penguatan perumusan produk regulasi desa. Jika BPD dan masyarakat berfungsi optimal sebagai pengawasan pembangunan, maka sebetulnya kekhawatiran terhadap penyalahgunaan dana bisa diminimalkan.

Selain lembaga-lembaga yang disebut terdahulu, nampaknya masih perlu memberikan pelatihan pula kepada lembaga pemberdayaan masyarakat (LPM) dan kader pemberdayaan masyarakat (KPM) dalam kaitan dengan perencanaan pembangunan desa, pelaksanaan bahkan hingga pengembangan dan tahapan pelestarian pembangunan desa. Keduanya berkemampuan dalam menyusun perencanaan desa secara partisipatif yang tentu disusun secara mandiri dan sesuai dengan kebutuhan dasar masyarakat.

Untuk menyambut dan menyiapkan implementasi UUDesa barangkali akan lebih efektif jika dibangun forum komunikasi LPM, KPM maupun BPD pada tingkat Kabupaten/Kota sebagai media komunikasi dan berbagi atas lalulintas pendapat, pengetahuan maupun pengalaman empirik secara faktual sehingga mampu membangun gugus yang tidak saja berfungsi pada tataran konsepsi namun lebih pada ranah tawaran solusi konkret atas sebuah persoalan di setiap daerah yang mungkin saja sama tetapi pola penanganan dan metode pendekatan yang berbeda.
 

KESEJAHTERAAN

Pelaksanaan penanggulangan kemiskinan telah memberikandampak yang positif pada pembangunan Jawa Tengah, pada Maret 2014, jumlah penduduk miskin Provinsi ini sebesar tidak kurang dari 4 juta jiwa (14,44%) dan besaran itu masih menggenang di wilayah pedesaan. Nampaknya penanggulangan kemiskinan bukan saja melepaskan diri dari angka-angka statistik belaka, tetapi lebih pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dan menunjukkan indikasi perubahan sosial dalam perubahan pola pikir dan perilaku sosial masyarakat secara mandiri.

Koneksitas UUDesa dan Jawa Tengah, nampak pada peta jalan ideal masyarakat desa yang ingin diraih melalui keduanya, yaitu Jawa Tengah yang sejahtera dan berdikari. Tantangannya adalah di satu sisi harus melakukan upaya penanggulangan kemiskinan melalui kebijakan pemenuhan kebutuhan pelayanan dasar pada desa-desa merah, kuning dan hijau yang dalam versi Jateng sebagai desa miskin tinggi, sedang dan rendah.

Merujuk pada data PPLS 2011, di Jateng pada Tahun 2014 ini telah dideklarasikan oleh Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo sebagai Tahun Infrastruktur. Dalam konteks ini Gubernur memberikan bantuan pada ketiga kategori desa di atas dengan kisaran 40 juta s/d 100 juta setiap desa guna membenahi kondisi sarana prasarana (infrastruktur) desa yang kurang memadai yang diharapkan mampu memperlancar lalulintas ekonomi, setidaknya masyarakat miskin desa bisa menjual hasil buminya melalui jalan, jembatan yang tidak rusak lagi.

Namun demikian, bantuan itu hanya insentif semata dan pada jangka panjangnya diekspektasikan masyarakat mampu mendayagunakan potensi SDA dan SDM lokal sebagai kail untuk mengubah wajah dan nasib desa di masa mendatang. Itulah sebagaian jalan yang telah diterapkan oleh Ganjar Pranowo sebagai media pelatihan bagi desa sebelum mengelola dana milyaran rupiah manakala UU Desa digelar.

Penyelenggaraan pemerintahan desa yang berkualitas berpotensi mendorong kesejahteraan masyarakat desa, sekaligus meningkatkan kualitas hidup di desa. Sebagai strata pemerintahan terkecil, desa memainkan peran sentral dalam agenda pembangunan Jateng dimana sebagian masyarakat miskin hidup di pedesaan. Melalui UU Desa, penyelenggara pemerintahan desa diharapkan dapat mengelola wilayahnya secara, mandiri termasuk di dalamnya pengelolaan aset, keuangan dan pendapatan desa. Barangkali inilah “beyond,” lokalitas itu sendiri.  *(Marjono)

Sabtu, 01 November 2014

PNPM : LANJUT atau TIDAK

(baca sampai tuntas pidato lengkap SBY ttg RUU APBN 2015)

Berikut isi lengkap pidato Presiden SBY terkait RUU APBN 2015 dan Nota Keuangannya:
Bismillahirrahmanirrahim,
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Salam sejahtera bagi kita semua,
Yang saya hormati, Saudara Ketua, para Wakil Ketua, dan para Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia,
Yang saya hormati, Saudara Ketua, para Wakil Ketua, dan para Anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia,
Yang saya hormati, Saudara Ketua, para Wakil Ketua, dan para Anggota Lembaga-Lembaga Negara,
Saudara-saudara se-Bangsa dan se-Tanah Air,
Hadirin sekalian yang Saya hormati,
Mengawali pidato ini, saya mengajak hadirin sekalian, untuk sekali lagi, memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, Allah SWT, karena atas rahmat dan ridho-Nya kita dapat kembali berkumpul untuk melanjutkan tugas bersama kita, setelah tadi pagi kita bersama menghadiri Sidang Bersama DPR RI dan DPD RI dalam rangka penyampaian Pidato Kenegaraan.
Sesuai dengan amanat undang-undang, siang ini saya akan menyampaikan Keterangan Pemerintah, atas RAPBN Tahun Anggaran 2015, beserta Nota Keuangannya.
Keterangan pemerintah yang akan saya sampaikan ini adalah yang kelima dan terakhir dalam masa bhakti Kabinet Indonesia Bersatu Kedua, dan yang kesepuluh sejak awal Kabinet Indonesia Bersatu Pertama yang saya pimpin.
Oleh karena itu sudah sepatutnya saya memulainya dengan menyampaikan apresiasi saya kepada Pimpinan dan Anggota DPR-RI sebagai mitra kerja Pemerintah yang konstruktif. Tentu tidak bisa dihindari bahwa dalam melaksanakan kerja sama ini situasinya sering amat dinamis, disertai dengan perbedaan yang tajam diantara kita.
Namun saya melihat semua ini menunjukkan bahwa proses demokrasi dan check and balances, berjalan di negeri ini. Evelyn Beatrice Hall, penulis biography pemikir Perancis Voltaire, menulis sebuah ungkapan yang amat terkenal, “Walau saya sangat menentang pendapat anda, tetapi saya akan memper-tahankan hak anda untuk berpendapat”.
Itu adalah cerminan, bagaimana hak berpendapat dalam proses itu selalu kita jaga. Dan saya melihat bahwa ini adalah merupakan proses demokrasi yang memperkaya upaya kita untuk membawa negeri ini kearah yang lebih baik.
Hadirin sekalian yang saya muliakan,
Pada kesempatan yang baik ini, saya ingin menyampaikan apresiasi saya kepada Pimpinan dan Anggota DPR RI untuk kerja-sama atas pembahasan yang dilakukan dalam pembicaraan penda-huluan RAPBN 2015 ini. Penyusunan RAPBN Tahun Anggaran 2015 juga dilakukan dengan memperhatikan saran, pendapat, dan pertimbangan DPD RI.  
Secara khusus saya juga ingin menyampaikan penghargaan saya kepada DPR RI yang telah bekerja keras bersama Pemerintah untuk menyelesaikan perubahan APBN 2014 pada tanggal 18 Juni 2014 yang lalu, lebih awal dari biasanya.
Perubahan itu memang diperlukan untuk merespons perkembangan situasi global dan nasional yang begitu cepat. Sejak 2013 yang lalu suasana ekonomi dan keuangan global berubah, yang ditandai oleh merosotnya harga komoditi ekspor utama kita, dan kemudian mengetatnya situasi likuiditas global karena perubahan kebijakan moneter Amerika Serikat.
APBN dan Neraca Pembayaran kita terkena imbas-nya dan mengalami tekanan yang cukup serius. DPR RI ternyata tanggap mengenai urgensi masalah ini, sehingga penyesuaian APBN 2014 dapat diselesaikan tepat waktu.
Perubahan APBN 2014 dan penyesuaian berbagai kebijakan fiskal yang mendukungnya, serta langkah-langkah kebijakan di bidang moneter serta kebijakan-kebijakan sektoral yang kita ambil, merupakan respon utuh kita ter-hadap masalah yang saya sebut tadi.
Alhamdulillah, dari indikator-indikator yang ada, usaha kita nampak mulai membuahkan hasil --- defisit APBN maupun Neraca Pembayaran tetap dapat dikendalikan dan potensi gejolak ekonomi dan keuangan di dalam negeri dapat kita redam.
          Penyusunan RAPBN 2015 juga diawali dengan momentum yang baik terkait dengan keputusan Mahkamah Konstitusi pada tanggal 22 Mei 2014 menyangkut judicial review Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 27 tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Kami menyambut baik putusan Mahkamah Konstitusi yang pada dasarnya semakin mempertegas peran pemerintah dan DPR RI dalam pembahasan dan pengawasan anggaran negara. Saya yakin bahwa dukungan check and balance secara lebih strategis dan konstruktif atas APBN ke depan oleh DPR RI akan semakin memperkuat APBN dalam mencapai tujuan nasional yang kita cita-citakan bersama.
Hadirin sekalian yang saya muliakan,
Perlu saya kemukakan bahwa berbeda dengan Nota Keuangan dan RAPBN tahun-tahun sebelumnya, Nota Keuangan dan RAPBN tahun 2015 disusun oleh pemerintahan yang mengemban amanah saat ini, untuk dilaksanakan oleh pemerintah baru hasil Pemilu tahun 2014. Oleh karena itu, penyusunan anggaran belanja Kemen-terian Negara dan Lembaga dalam RAPBN 2015 masih bersifat baseline, yang substansi utamanya hanya memperhitungkan kebutuhan pokok penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat. Saya berharap, langkah ini dapat memberikan ruang gerak yang luas bagi pemerintah baru, untuk melaksanakan program-program kerja yang direncanakan. Setelah tanggal 20 Oktober mendatang, saya yakin bahwa pemerintah baru akan memiliki ruang dan waktu yang cukup untuk memperbaiki anggaran dan memasukkan berbagai program yang akan dilaksanakan 5 tahun mendatang.
Hadirin sekalian yang saya muliakan,
Sungguh kita patut bersyukur, dalam sepuluh tahun terakhir ini, pembangunan di tanah air kita mengalami kemajuan yang meng-gembirakan. Pada tahun 2004, total belanja negara adalah sebesar Rp427,2 triliun. Pada tahun 2014 ini, angka tersebut mencapai Rp1.876,9 triliun. Berarti, dalam sepuluh tahun belanja negara meningkat sekitar empat kali lipat. Selama sepuluh tahun terakhir, anggaran kesehatan meningkat sekitar 8 kali lipat, dari Rp8,1 triliun pada tahun 2004 menjadi Rp67,9 triliun pada tahun 2014. Pada kurun waktu yang sama, anggaran pendidikan meningkat 6 kali lipat dari Rp62,7 triliun menjadi Rp375,4 triliun, anggaran untuk infrastruktur meningkat hampir 11 kali lipat dari Rp18,7 triliun menjadi Rp206,6 triliun, dan anggaran untuk ketahanan pangan meningkat hampir 7 kali lipat dari Rp10,7 triliun menjadi Rp72,4 triliun. Peningkatan belanja tersebut dilakukan seraya tetap menjaga defisit anggaran dalam angka yang selalu lebih rendah dari batas defisit yang ditetapkan dalam perundang-undangan, yaitu sebesar 3 persen dari PDB.
Prinsip kehati-hatian fiskal dan pengamanan risiko fiskal juga kita terapkan dalam pengelolaan utang kita. Rasio utang terus kita turunkan dari 56,6 persen dari PDB pada tahun 2004, menjadi sekitar 25,6 persen pada tahun 2014. Hal ini akan kita terus jaga keseimbangannya di tahun-tahun mendatang, sehingga anggaran kita tidak mudah terpengaruh oleh gejolak keuangan domestik maupun global, serta sekaligus untuk makin memperkokoh kemandirian fiskal kita.
Peran APBN sebagai instrumen kebijakan untuk meredam gejolak ekonomi dan keuangan selalu kita padukan dan kita sinkronkan dengan langkah-langkah di bidang moneter, keuangan dan kebijakan-kebijakan sektoral yang relevan. Pada tahun 2008, misalnya, ketika terjadi krisis keuangan global --- yang sejumlah pengamat menyebutnya sebagai krisis keuangan terdahsyat yang dialami dunia sejak krisis tahun 1929 --- kita meresponsnya dengan melakukan penyesuaian mendasar APBN kita, disertai dengan langkah-langkah taktis dan cepat di bidang moneter dan perbankan serta di sektor-sektor terkait. Langkah kebijakan itu telah berhasil meminimalkan dampak krisis tersebut pada perekonomian nasional, yang kemudian bangkit kembali dengan cepat. Hal yang sama juga kita lakukan pada tahun 2013-2014 ini untuk skala krisis ekonomi yang lebih kecil.
Saudara-saudara sekalian yang saya hormati,
APBN bukanlah hanya berkaitan dengan tambahan besaran angka-angka pendapatan dan belanja negara. APBN digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan pembangunan dan pelayanan pemerintah kepada masyarakat. Dalam sepuluh tahun terakhir, sekalipun tantangan yang kita hadapi tidak ringan, seperti krisis ekonomi global dan bencana alam di dalam negeri yang tak kunjung henti, pembangunan nasional Indonesia tetap dapat kita jalankan dan optimalkan dengan segenap semangat, kekuatan, dan sumber daya yang ada.
Indikator-indikator pembangunan menunjukkan bahwa rakyat Indonesia mengalami peningkatan kesejahteraan dibandingkan periode sebelumnya, baik secara kuantitas maupun secara kualitas. Pertumbuhan ekonomi Indonesia meningkat menjadi 5,0 persen pada tahun 2004 dan terjaga pada kisaran rerata 5,8 persen dalam periode 2005-2013.
Tak hanya itu, tahun 2014 Bank Dunia mengumumkan bahwa Indonesia termasuk dalam 10 besar ekonomi dunia berdasarkan metode perhitungan Purchasing Power Parity. Hal ini adalah sesuatu yang sangat membanggakan dan menunjukkan bahwa pembangunan ekonomi Indonesia sudah berada dalam jalur yang benar.  Ke depan, Indonesia memiliki potensi yang amat besar untuk menjadi pelaku penting dalam perekonomian dunia.
Pertumbuhan ekonomi kita tidak hanya cukup tinggi, namun juga semakin inklusif dan berkualitas. Pertumbuhan kualitas manusia Indonesia yang tercermin dari Human Development Index (HDI) meningkat dari 0,640 pada tahun 2005 menjadi 0,684 pada tahun 2013, sesuai data UNDP dalam Human Development Report 2014. Rata-rata pendapatan per kapita rakyat Indonesia pada tahun 2004 adalah sebesar USD1.161, dan kemudian selama 9 tahun  meningkat rata-rata 13,0 persen per tahun, sehingga pada tahun 2013 mencapai USD3.475. Angka ini berdasarkan data indikator ekonomi Bank Dunia. Kenaikan pendapatan per kapita ini juga menjadi tolok ukur peningkatan kemakmuran rakyat Indonesia secara umum.
Peningkatan kesejahteraan tersebut juga berdampak pada penurunan angka kemiskinan Indonesia menjadi sekitar 11,25 persen pada bulan Maret 2014, dari 16 persen di tahun 2005. Hal itu juga diikuti dengan penurunan pengangguran terbuka yang hampir setengahnya dalam kurun waktu yang sama. Pada tahun 2005, angka pengangguran terbuka masih sebesar 11,2 persen. Dengan kerja keras dan komitmen yang kuat dari Pemerintah, angka tersebut berhasil diturunkan menjadi 5,7 persen pada bulan Februari 2014. Pada penghujung tahun 2013, Pemerintah juga telah meresmikan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) melalui terbentuknya dua Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), yaitu BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Melalui kedua program ini Pemerintah memberikan jaminan bagi seluruh rakyat Indonesia, untuk mengakses fasilitas kesehatan dan memberikan perlindungan bagi tenaga kerja. BPJS Ketenagakerjaan sendiri akan mulai berjalan pada tahun 2015 mendatang.
Hadirin yang saya hormati,
Walaupun telah banyak yang kita capai, kita harus mengakui bahwa sejumlah sasaran pembangunan belum sepenuhnya dapat dipenuhi. Sejumlah keadaan belum dapat kita perbaiki secara signifikan. Hal ini, antara lain  disebabkan oleh terdapatnya berbagai permasalahan dan tantangan, baik dari internal maupun eksternal.
Sebagai dampak dari melambatnya perekonomian global, pertumbuhan ekonomi di sebagian besar negara emerging economies, termasuk Indonesia, mulai menunjukkan perlambatan pada tahun 2013. Selain itu kebijakan pengurangan stimulus moneter atau tapering off oleh Bank Sentral Amerika Serikat, mengakibatkan gejolak yang amat tajam di sektor keuangan di banyak negara emerging economies, termasuk India, Turki, Brazil, Afrika Selatan dan juga Indonesia. Tekanan terhadap perekonomian Indonesia tercermin pada tekanan dalam defisit transaksi berjalan dan gejolak di sektor keuangan. Akibatnya, nilai tukar rupiah mengalami tekanan yang cukup besar sebagaimana yang kita rasakan dalam beberapa waktu terakhir.
 Untuk mengembalikan stabilitas ekonomi makro, Pemerintah bersama-sama Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), telah mengambil langkah-langkah strategis dalam menjaga sta-bilitas perekonomian nasional melalui paket kebijakan ekonomi yang terkoordinasi baik dari sisi fiskal, moneter, dan sektor keuangan, maupun sektor riil. Dalam waktu yang relatif singkat, defisit transaksi berjalan berhasil diturunkan dari USD10 miliar pada triwulan kedua 2013, menjadi USD4 miliar pada triwulan keempat 2013. Dengan langkah-langkah ini gejolak di sektor keuangan relatif dapat diredam. Walaupun terjadi perlambatan pertumbuhan ekonomi, perlu dicatat, bahwa dengan pertumbuhan 5,8 persen dalam tahun 2013, Indonesia tetap mampu menempatkan dirinya sebagai negara dengan pertumbuhan tertinggi kedua diantara negara-negara G-20. Untuk itu saya ingin menyampaikan apresiasi saya kepada semua pihak, termasuk DPR-RI, jajaran pemerintah daerah, dunia usaha dan media,  yang telah bekerja sama sehingga kita mampu mengatasi gejolak di tahun 2013 lalu. Harus diakui, dengan langkah-langkah yang diambil Pemerintah dan Bank Indonesia, untuk sementara pertumbuhan ekonomi mengalami perlambatan. Namun demikian, perlambatan sementara ini pada akhirnya akan mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih kokoh dan berkelanjutan di masa depan. Dengan langkah ini, pemerintahan baru akan memiliki fondasi yang lebih kuat untuk pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi di tahun-tahun mendatang.
Kita ketahui bersama, gejolak ekonomi dan perlambatan ekonomi global terus berlanjut di tahun 2014, ditambah lagi dengan ketidakpastian geopolitik diberbagai belahan dunia yang telah menimbulkan berbagai ketidakpastian. Akibatnya, dalam paruh pertama tahun 2014 pertumbuhan ekonomi Indonesia melambat menjadi 5,2 persen. Dengan kondisi perekonomian dunia seperti ini, saya ingin mengingatkan bahwa tantangan ke depan terus terang tidaklah mudah, bahkan mungkin akan lebih berat dibandingkan sebelumnya.
Perlambatan pertumbuhan ekonomi tersebut sudah barang tentu berdampak pada pencapaian sasaran pembangunan yang lain, yaitu tingkat kemiskinan. Memang, seperti yang saya sampai-kan sebelumnya, kita telah berhasil menurunkan tingkat kemiskinan, namun penurunan tersebut tidak bisa secepat yang direncanakan. Oleh karena itu, menjadi tugas kita bersama untuk terus menurunkan tingkat kemiskinan di masa depan dengan berbagai upaya yang efektif.
Hadirin sekalian yang saya hormati,
Tahun 2015 mendatang menandai dimulainya pelaksanaan Ren-cana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) ketiga, tahun 2015–2019. Sebagaimana kita ketahui bersama, RPJMN merupakan strategi pembangunan dan kebijakan yang disusun sebagai tahapan untuk mencapai tujuan mewujudkan Indonesia yang mandiri, adil, dan makmur.
 Dalam RPJMN ketiga ini, Pemerintah telah menetapkan beberapa isu strategis baik di bidang politik, hukum, pertahanan dan keamanan, maupun perekonomian dan kesejahteraan rakyat. Penanganan isu-isu strategis ditempuh melalui program kerja tahunan yang tertuang dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) yang pada tahun 2015 mengangkat tema “Melanjutkan Reformasi Pembangunan bagi Percepatan Pembangunan Ekonomi yang Berkeadilan“.
Sejalan dengan tema RKP tahun 2015, maka tema kebijakan fiskal yang diusung adalah “Penguatan Kebijakan Fiskal, dalam Rangka Percepatan Pertumbuhan Ekonomi yang Berkelanjutan dan Berkeadilan”. Kebijakan fiskal berperan dalam mendorong per-tumbuhan ekonomi, peningkatan lapangan kerja, pengurangan kemiskinan dan pengurangan ketimpangan pembangunan. Semua itu pada gilirannya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Keseluruhan upaya itu kita lakukan dengan memperhatikan aspek keadilan dan pengendalian risiko, serta tetap menjaga kesinam-bungan fiskal.
Selama ini pemerintah telah dan akan terus berupaya untuk selalu mewujudkan kebijakan fiskal yang sehat dan berkelanjutan. Upaya-upaya itu kita laksanakan melalui peningkatan produktivitas APBN, penciptaan iklim investasi yang kondusif namun juga ramah terhadap lingkungan, penguatan kemampuan stabilisasi fiskal, serta pengelolaan keuangan negara yang fleksibel, tepat dan bijak. Sama pentingnya dengan itu, perumusan kebijakan fiskal juga senantiasa mempertimbangkan harmonisasi dan keseimbangan antara upaya pemenuhan pelayanan publik, percepatan pencapaian target-target pembangunan nasional, dan peningkatan perlindung-an sosial.
Kita menyadari bahwa peran APBN dalam membiayai dan mendorong perekonomian juga terbatas. Oleh karena itu partisipasi sektor swasta perlu terus kita gerakkan. Inovasi-inovasi kebijakan dan insentif pemerintah terus kita kembangkan. Hal lain yang menjadi perhatian kita yaitu peningkatan kapasitas sumber daya manusia Indonesia, sebagai modal utama percepatan pembangun-an. Oleh karena itu kebijakan pendidikan juga harus berorientasi ke depan. Berbagai skema beasiswa terus dikembangkan, termasuk Presidential Scholarship, guna lebih meningkatkan kualitas gene-rasi muda kita di masa depan.
Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih inklusif, dukungan pengembangan sektor usaha kecil menengah terus kita optimalkan antara lain melalui sektor perpajakan, dukungan kesempatan berusaha, dukungan akses pembiayaan, serta pro-duksi dan pemasaran. Pemberdayaan masyarakat juga perlu terus kita optimalkan. Selain itu bantuan-bantuan sosial dan pemberian subsidi kepada masyarakat perlu terus diperbaiki agar lebih tepat dan efektif. Anggaran kita yang terbatas harus benar-benar dialokasikan untuk seoptimal mungkin kesejahteraan masyarakat, utamanya kelas menengah bawah. Program-program jaminan sosial kesehatan dan ketenagakerjaan yang sudah kita canangkan pada akhir 2013 perlu terus kita perbaiki perencanaannya, kita dorong implementasinya, kita evaluasi pelaksanaannya. Program-program tersebut merupakan salah satu yang terbesar dan terluas di dunia. Untuk itu, kita perlu sungguh berhati-hati dalam menjaga kesinam-bungannya, termasuk implikasinya terhadap pembiayaannya di masa depan.
Pembangunan ekonomi Indonesia juga harus kita laksanakan dalam konteks yang berkelanjutan, dalam arti pembangunan ekonomi yang berwawasan lingkungan. Untuk itu program-program Rencana Aksi Nasional dan Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAN-GRK dan RAD-GRK) yang telah kita tetapkan, terus kita laksanakan sebaik-baiknya. 
Hadirin sekalian yang saya hormati,
Dengan memperhatikan perkembangan perekonomian global dan kinerja perekonomian domestik pada tahun 2013, serta proyeksi tahun 2014 dan 2015, pada kesempatan ini, saya ingin menyampaikan beberapa gambaran umum atas sejumlah asumsi dasar ekonomi makro tahun 2015 yang dijadikan landasan bagi penyusunan arah program kerja dan kebijakan di tahun 2015 mendatang.
Pertama, gejolak dalam perekonomian global diperkirakan masih terjadi, namun demikian diharapkan terjadi perbaikan dalam perekonomian dunia. Oleh karena itu pertumbuhan ekonomi pada tahun 2015 diharapkan mencapai 5,6 persen. Pertumbuhan ekonomi yang ingin kita capai, selain didukung oleh faktor eksternal juga  didorong oleh membaiknya stabilitas dan fundamental ekonomi, serta berlanjutnya kebijakan struktural dalam upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang kuat, berimbang, dan berkelanjutan.
Kedua, asumsi inflasi pada tahun 2015 dijaga pada kisaran 4,4 persen. Upaya menjaga inflasi akan didukung dengan upaya men-jamin pasokan dan distribusi kebutuhan masyarakat serta peningkatan koordinasi dan sinergi otoritas fiskal dan Bank Indonesia.
Ketiga, berkaitan dengan asumsi nilai tukar rupiah. Adanya kemungkinan Bank Sentral Amerika Serikat melakukan normalisasi kebijakan moneternya dengan menaikkan tingkat bunga di tahun 2015, akan membawa dampak kepada tekanan nilai tukar rupiah dan mata uang banyak negara, termasuk Indonesia. Karena itu dibutuhkan satu asumsi yang realistis dan mampu mengantisipasi perkembangan ke depan. Melalui langkah-langkah bauran kebijakan makroprudensial yang terkoordinasi antara pemerintah, Bank Indonesia dan OJK, nilai tukar Rupiah dalam tahun 2015 diperkirakan akan terjaga dan bergerak relatif stabil pada kisaran Rp11.900 per dolar Amerika Serikat.
Keempat, berkaitan dengan asumsi suku bunga. Dengan mempertimbangkan agar Surat Utang Negara tetap memiliki daya tarik yang tinggi bagi investor dan juga memperhitungkan risiko peningkatan suku bunga di Amerika Serikat, maka rata-rata suku bunga Surat Perbendaharaan Negara (SPN) 3 bulan, diasumsikan pada tingkat 6,2 persen.  
Kelima, menyangkut asumsi harga minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude oil Price/ICP). Setelah mempertimbangkan ber-bagai faktor utama, asumsi rata-rata harga minyak mentah Indone-sia diperkirakan sebesar USD105 per barel.
Keenam, berkaitan dengan asumsi lifting minyak mentah dan lifting gas bumi. Dalam tahun 2015, lifting minyak mentah diperkirakan dapat meningkat secara bertahap mencapai sekitar 845 ribu barel per hari dan gas bumi sekitar 1.248 ribu barel setara minyak per hari.
Hadirin sekalian yang saya hormati,
Seperti tahun-tahun sebelumnya, pokok-pokok kebijakan fiskal dan penganggaran tahun 2015 meliputi tiga bidang utama, yaitu kebijakan pendapatan negara, kebijakan belanja negara, dan kebijakan pembiayaan anggaran.
Pada kebijakan pendapatan negara diarahkan untuk mendorong optimalisasi pendapatan negara dengan tetap menjaga stabilitas ekonomi nasional dan peningkatan daya saing. Oleh karena itu, dalam upaya mencapai target penerimaan perpajakan pada tahun 2015, penting diberlakukan beberapa kebijakan fiskal di bidang perpajakan, antara lain, optimalisasi penerimaan perpajakan melalui penyempurnaan peraturan perundang-undangan perpajak-an, ekstensifikasi dan intensifikasi perpajakan, serta penggalian potensi penerimaan perpajakan secara sektoral.
Dari total pendapatan negara, penerimaan perpajakan direncanakan mencapai Rp1.370,8 triliun, naik 10 persen dari target APBNP tahun 2014 sebesar Rp1.246,1 triliun. Dengan total penerimaan perpajakan sebesar itu, maka rasio penerimaan perpajakan terhadap PDB atau tax ratio di tahun 2015 menjadi 12,32 persen. Sedangkan tax ratio dalam arti luas, dengan mempertimbangkan pajak daerah dan penerimaan sumber daya alam, mencapai 15,62 persen. Untuk mengoptimalkan penerimaan perpajakan, perlu diimplementasikan berbagai kebijakan insentif pajak, meliputi peningkatan penghasilan tidak kena pajak, pajak ditanggung Pemerintah untuk pengembangan sektor tertentu, serta pemberian pembebasan pajak (tax holiday) dan pengurangan pajak (tax allowances) untuk menstimulasi tumbuhnya sektor strategis ter-tentu, sehingga nilai tambah perekonomian dapat dioptimalkan.
Sejalan dengan upaya optimalisasi penerimaan perpajakan, pada tahun 2015 perlu dioptimalkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), khususnya dari PNBP sumber daya alam melalui upaya pencapaian target produksi, transparansi pengelolaan, dan efisiensi produksi.
Hadirin sekalian yang saya hormati
Sebagaimana kita ketahui bersama, salah satu fungsi anggaran belanja negara adalah sebagai penggerak perekonomian. Peng-alokasian belanja negara yang tepat sasaran dapat memberikan efek yang besar bagi pertumbuhan ekonomi. Dalam kaitan itulah, pokok-pokok kebijakan belanja Pemerintah Pusat tahun 2015 diarahkan untuk:
Pertama, mendukung penyelenggaraan pemerintahan yang efisien dan efektif melalui program reformasi birokrasi pada Kementerian Negara dan Lembaga, serta perbaikan kualitas belanja;
Kedua, meningkatkan daya saing dan kapasitas produksi serta melakukan  upaya pengentasan kemiskinan;
Ketiga, mendukung percepatan pencapaian kekuatan dasar TNI yang diperlukan (minimum essential force), sesuai dengan kemampuan keuangan negara dengan lebih memberdayakan industri pertahanan dalam negeri;
Keempat, meningkatkan efektivitas kebijakan anggaran subsidi yang tepat sasaran melalui pengendalian besaran subsidi, baik subsidi energi maupun subsidi non-energi;
Kelima, mendukung pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup, serta melakukan mitigasi terhadap potensi bencana dan adaptasi terhadap dampak bencana terkini, dalam rangka meningkatkan ketahanan pangan, air dan energi;
Keenam, meningkatkan dan memperluas akses pendidikan yang berkualitas;
Ketujuh, meningkatkan kualitas penyelenggaraan sistem jaminan sosial nasional di bidang kesehatan dan ketenagakerjaan; dan
Kedelapan, mengantisipasi ketidakpastian perekonomian global melalui dukungan cadangan risiko fiskal.
Berdasarkan arah kebijakan dan sasaran-sasaran strategis serta berpedoman pada kriteria-kriteria penganggaran yang saya kemukakan tadi, pada RAPBN Tahun 2015, alhamdulillah, kita tetap dapat memenuhi amanat konstitusi untuk mengalokasikan anggar-an pendidikan sebesar 20 persen dari APBN. Kita bersyukur, dari tahun ke tahun, alokasi anggaran pendidikan dapat terus kita tingkatkan. Dalam tahun 2014 anggaran pendidikan telah mencapai Rp375,4 triliun dan tahun 2015 mendatang direncanakan sebesar Rp404,0 triliun.
Hadirin sekalian yang saya hormati,
Sekarang, ijinkan saya untuk menguraikan secara rinci pokok-pokok kebijakan dan rencana pada sisi belanja negara. Pada RAPBN Tahun 2015 direncanakan terdapat tujuh Kementerian Negara dan Lembaga yang akan mendapat alokasi anggaran yang cukup besar di atas Rp40 triliun. Ketujuh Kementerian Negara dan Lembaga itu adalah Kementerian Pertahanan, Kementerian Pendi-dikan dan Kebudayaan, Kementerian Pekerjaan Umum, Kemen-terian Agama, Kementerian Kesehatan, Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Kementerian Perhubungan.
Alokasi anggaran pada Kementerian Pendidikan dan Kebuda-yaan sebesar Rp67,2 triliun serta Kementerian Agama sebesar Rp50,5 triliun, akan diprioritaskan untuk meningkatkan akses, kualitas, relevansi, dan daya saing pendidikan, melalui peningkatan dan pemerataan pelayanan pendidikan. Strategi tersebut ditujukan untuk mempercepat pembangunan sumber daya manusia, sekali-gus memanfaatkan potensi demografi Indonesia yang produktif.
Sejak tahun pelajaran 2013/2014, pemerintah terus berupaya agar kualitas pendidikan terus meningkat dan akses menjadi semakin luas, termasuk untuk daerah terpencil, terluar dan tertinggal. Disadari bahwa perbaikan kualitas pendidikan memerlukan pe-ngembangan kompetensi pendidik dan dukungan ketersediaan infrastruktur. Dalam upaya meningkatkan pemerataan akses pendi-dikan, dalam tahun 2015, kita tingkatkan lagi penyediaan bantuan siswa miskin dan beasiswa bagi mahasiswa miskin atau yang dikenal dengan Bidikmisi.
Alokasi anggaran pada Kementerian Kesehatan yang sebesar Rp47,4 triliun diprioritaskan untuk peningkatan akses dan kualitas kesehatan, antara lain berupa peningkatan kualitas pelayanan kesehatan di puskesmas di daerah perbatasan, dan pulau-pulau kecil terluar, sehingga memenuhi standar pelayanan Kesehatan Primer sebanyak 70 puskesmas; pemberian bantuan operasional kesehatan sebanyak 9.715 puskesmas; penyaluran anggaran Penerima Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) terkait BPJS kesehatan; serta peningkatan persentase jumlah bayi usia 0-11 bulan yang memperoleh imunisasi dasar lengkap sebesar 91 persen. Dengan berbagai program dan kegiatan tersebut di-harapkan, akses dan kualitas kesehatan masyarakat akan semakin meningkat di seluruh pelosok tanah air.
Di bidang pertahanan, dialokasikan dana untuk anggaran Kementerian Pertahanan sebesar Rp95,0 triliun. Alokasi dana ini antara lain digunakan untuk melanjutkan pemenuhan kekuatan dasar yang diperlukan (Minimum Essential Forces/MEF), meningkatkan upaya pemeliharaan dan perawatan melalui peningkatan peran industri pertahanan dalam negeri, baik produksi alutsista maupun pemeliharaannya.
Di samping pertahanan negara, alokasi anggaran untuk Kepolisian Negara Republik Indonesia juga menjadi prioritas yaitu sebesar Rp47,2 triliun. Alokasi anggaran Polri yang terus me-ningkat, diharapkan dapat memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri. Selain itu, Pemerintah memandang perlu untuk mempertahankan rasio polisi dengan jumlah penduduk sebesar 1 berbanding 582, yang dilaksanakan dengan menambah jumlah personil Polri. Dengan berbagai program tersebut, diharapkan Polri dapat menjalankan tugas-tugas pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat dengan lebih baik lagi.
Hadirin sekalian yang saya hormati,
Kita sama-sama menyadari bahwa pembangunan infrastruktur nasional masih jauh dari sempurna. Hal tersebut sering kita rasakan menjadi penghambat berbagai peningkatan kegiatan ekonomi dan sosial di tanah air. Untuk mengatasi berbagai persoalan itu, sejumlah proyek infrastruktur berskala besar sedang dikerjakan di berbagai wilayah tanah air. Pada tahun 2015, infrastruktur di-arahkan untuk meningkatkan daya saing perekonomian nasional, meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat, mengurangi kesenjangan antar wilayah, serta sebagai perekat kehidupan berbangsa dan bernegara.
Dua kementerian yang sangat berperan di bidang pemba-ngunan infrastruktur adalah Kementerian Pekerjaan Umum, yang dialokasikan dana sebesar Rp74,2 triliun dan Kementerian Per-hubungan sebesar Rp44,6 triliun. Dengan adanya pengembangan infrastruktur sebagai faktor utama, diharapkan biaya logistik akan menurun dari 25,2 persen terhadap PDB pada tahun 2013 menjadi 23,6 persen dari PDB pada tahun 2015.  
Di samping konektivitas nasional, Kementerian Pekerjaan Umum, juga mengemban tugas pembangunan infrastruktur irigasi dan waduk dalam rangka mendukung ketahanan pangan dan air bersih serta pembangunan sarana dan prasarana pengaman pantai sepanjang sekitar 22 kilometer.
Sementara itu, pada tahun 2015 mendatang, melalui Kementeri-an Perhubungan direncanakan akan dibangun 5 bandar udara baru dan mengembangkan serta merehabilitasi 51 bandar udara.
Hadirin sekalian yang saya hormati,
Selain tujuh Kementerian Negara dan Lembaga  yang mendapat alokasi anggaran yang dominan, terdapat sejumlah Kementerian Negara dan Lembaga yang memperoleh pagu alokasi anggaran di atas Rp10,0 triliun, termasuk Kementerian Pertanian sebesar Rp15,8 triliun yang direncanakan untuk meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk pertanian. Khusus untuk sektor Pertanian, di samping anggaran yang telah dialokasikan di atas, pemerintah juga mengalokasikan dana untuk mendukung sektor pertanian seperti antara lain irigasi, subsidi pupuk dan subsidi benih.
Selanjutnya, sebagai salah satu penopang pembangunan yang berkelanjutan, peningkatan ketahanan energi adalah hal yang mutlak untuk dilakukan. Melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), dialokasikan anggaran sebesar Rp11,3 triliun yang direncanakan untuk pembangunan infrastruktur ketenaga-listrikan dan bioenergi.
Anggaran belanja non-Kementerian Negara dan Lembaga dalam RAPBN tahun 2015 direncanakan sebesar Rp779,3 triliun, yang dialokasikan antara lain untuk belanja subsidi dan pembayaran bunga utang.
Anggaran belanja subsidi dalam RAPBN 2015 dialokasikan sebesar  Rp433,5 triliun. Anggaran tersebut dialokasikan untuk subsidi energi sebesar Rp363,5 triliun, dan subsidi non-energi sebesar Rp70,0 triliun.
Pemerintah menyadari bahwa dalam pelaksanaannya, penyaluran subsidi yang seharusnya ditujukan kepada masyarakat berpen-dapatan rendah,  sebagian juga masih dinikmati oleh masyarakat yang mampu secara ekonomi. Oleh karena itu, sejumlah kebijakan yang selama ini telah dilakukan untuk meningkatkan efisiensi energi dan juga alokasi yang lebih tepat sasaran perlu terus dilakukan dalam tahun 2015. Untuk melanjutkan kebijakan tersebut perlu diambil langkah-langkah kebijakan berupa peningkatan efisiensi subsidi energi melalui ketepatan target sasaran; penyaluran subsidi non-energi secara lebih efisien; penajaman penetapan sasaran dan penyaluran dengan memanfaatkan data kependudukan yang lebih valid; dan pengendalian konsumsi BBM bersubsidi.
Dalam RAPBN tahun 2015, dialokasikan anggaran program pengelolaan utang negara untuk pembayaran bunga utang sebesar Rp154,0 triliun. Alhamdulillah dalam beberapa tahun terakhir ini, kita telah berhasil melakukan strategi pengelolaan utang negara yang, salah satunya ditunjukkan melalui penurunan rasio pembayaran bunga utang terhadap Belanja Pemerintah Pusat dari 14,9 persen pada tahun 2009 menjadi sebesar 10,6 persen pada tahun 2014.
Saudara Ketua, Para Wakil Ketua, dan Para Anggota Dewan yang terhormat,
Selain dialokasikan melalui anggaran belanja pemerintah pusat, dalam RAPBN tahun 2015 pemerintah juga tetap menganggarkan alokasi Transfer ke Daerah sebagai instrumen pelaksanaan desen-tralisasi fiskal.
Dalam tahun 2015, sebagai tahun pertama pelaksanaan RPJMN 2015 – 2019, dan sekaligus konsekuensi atas pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, selain Dana Transfer ke Daerah, kepada daerah juga akan dialokasikan “Dana Desa” melalui realokasi anggaran belanja pusat yang berbasis Desa. Selanjutnya, untuk pemenuhan Dana Desa sebesar 10 persen dari dan di luar anggaran transfer ke daerah akan dilakukan secara bertahap. Dalam RAPBN tahun 2015, alokasi anggaran Transfer ke Daerah dan Dana Desa direncanakan mencapai Rp640,0 triliun, yang berarti naik Rp43,5 triliun atau 7,3 persen dari alokasi anggaran transfer ke daerah tahun 2014.
Selanjutnya, untuk memenuhi amanat Undang-Undang mengenai Otonomi Khusus, dalam RAPBN tahun 2015 Pemerintah merencanakan alokasi Dana Otonomi Khusus sebesar Rp16,5 triliun atau naik sekitar Rp320,4 miliar dari alokasi tahun 2014 sebesar Rp16,1 triliun. Dana tersebut dialokasikan masing-masing untuk Dana Otonomi Khusus (Dana Otsus) Provinsi Papua dan Papua Barat sebesar Rp7,0 triliun, dan Dana Otonomi Khusus untuk Provinsi Aceh sebesar Rp7,0 triliun. Selain Dana Otsus, kepada Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat juga dialokasikan Dana Tambahan Infrastruktur yang direncanakan sebesar Rp2,5 triliun. Dana Otonomi Khusus Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat terutama ditujukan untuk mendanai bidang pendidikan dan kesehatan. Sementara itu, Dana Otonomi Khusus Provinsi Aceh diarah-kan terutama untuk mendanai pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur, pemberdayaan ekonomi rakyat, pengentasan kemiskinan, serta pendanaan pendidikan, sosial, dan kesehatan.
Hadirin yang saya muliakan,
Selain melalui dana Transfer ke Daerah, dalam rangka pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, dalam RAPBN tahun 2015, Pemerintah mengusulkan alokasi anggaran Dana Desa sebesar Rp9,1 triliun. Dana tersebut berasal dari PNPM yang sebelumnya dikelola oleh Pemerintah Pusat. Penggunaan dana tersebut akan terus dievaluasi dan akan ditingkatkan secara bertahap pada tahun-tahun berikutnya sesuai kemampuan keuangan negara. Pengalokasian Dana Desa tersebut diarahkan terutama untuk meningkatkan kemandirian masyarakat Desa dalam penye-lenggaraan pemerintahan dan pembangunan Desa. Dana Desa tersebut, bersama-sama dengan sumber-sumber pendapatan lainnya, seperti pendapatan asli desa, bagi hasil pajak dan retribusi daerah kabupaten/kota, alokasi dana desa (ADD) dari bagian Dana Perimbangan yang diperoleh dari kabupaten/kota, serta bantuan keuangan dari provinsi/kabupaten/kota diharapkan dapat mendanai seluruh kewenangan yang menjadi tanggung jawab Desa. Berkaitan dengan itu, saya meminta agar pemberian sumber-sumber pendanaan yang besar kepada Desa, dapat diikuti dengan tanggung jawab terhadap pengelolaan keuangan oleh Desa secara transparan dan akuntabel, guna menghindari segala bentuk penyimpangan.
Hadirin sekalian yang saya hormati,
Sebagaimana telah saya kemukakan di awal pidato ini, untuk tahun 2015, kita perlu terus berupaya mempercepat pencapaian target pembangunan nasional melalui kebijakan fiskal yang ekspansif. Sebagaimana kita ketahui, konsekuensi dari kebijakan fiskal yang ekspansif adalah terjadinya defisit anggaran.
Dalam rangka mendukung pelaksanaan kebijakan fiskal pada tahun 2015, kebijakan umum pembiayaan diarahkan pada beberapa kebijakan utama, antara lain: pertama, pengendalian rasio utang terhadap PDB. Kedua, mengutamakan pembiayaan utang yang bersumber dari dalam negeri. Ketiga, mengarahkan pemanfaatan utang untuk kegiatan produktif. 
Kita berharap, melalui serangkaian kebijakan pembiayaan anggaran, rasio utang Pemerintah terhadap PDB dapat dijaga tren yang menurun dalam jangka menengah. Penurunan rasio utang pemerintah terhadap PDB harus terus kita jaga dan lanjutkan guna mencapai kemandirian fiskal yang berkelanjutan, yang Insya Allah, akan semakin memperkuat struktur ketahanan fiskal kita.
Dengan uraian RAPBN 2015 yang saya kemukakan tadi, secara garis besar postur RAPBN 2015 dapat saya sampaikan sebagai berikut: total pendapatan negara mencapai sebesar Rp1.762,3 triliun yang terdiri dari penerimaan perpajakan sebesar Rp1.370,8 triliun, PNBP sebesar Rp388,0 triliun dan penerimaan hibah sebesar Rp3,4 triliun. Sementara itu, total belanja negara mencapai sebesar Rp2.019,9 triliun yang terdiri dari belanja pemerintah pusat sebesar Rp1.379,9 triliun dan transfer ke daerah dan dana desa sebesar Rp640,0 triliun. Dengan demikian, defisit anggaran dalam RAPBN 2015 adalah sebesar Rp257,6 triliun atau 2,32 persen terhadap PDB, turun dari defisit APBNP 2014 sebesar 2,4 persen terhadap PDB.
Saudara Ketua, para Wakil Ketua, dan para Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia,
Saudara Ketua, para Wakil Ketua, dan para Anggota Lembaga-Lembaga Negara,
Saudara-saudara se-Bangsa dan se-Tanah Air,
Hadirin sekalian yang saya muliakan,
Sebelum mengakhiri keterangan pemerintah ini, ingin saya kemukakan bahwa tahun 2015 merupakan tahun pertama bagi periode pemerintahan hasil Pemilihan Umum tahun 2014. Kita semua berharap pada tahun 2015, seluruh kebijakan, program, dan kegiatan yang telah terbukti memperbaiki kondisi bangsa kita, dan telah terbukti pula meningkatkan kesejahteraan seluruh lapisan masyarakat dapat terus dilanjutkan dan bahkan ditingkatkan. Sebaliknya, program dan kegiatan yang kurang efektif bagi masya-rakat dan bagi peningkatan pembangunan, dapat dievaluasi dan diperbaiki.  Saya juga berkeyakinan pemerintahan mendatang juga akan mengembangkan kebijakan dan program-program baru guna merespons perkembangan situasi yang dihadapi.
Dalam perencanaan anggaran dan pembangunan pada beberapa tahun terakhir, kita menghadapi tantangan pengkaplingan anggaran belanja untuk bidang-bidang tertentu. Untuk memenuhi amanat penyelenggaraan negara sesuai UUD 1945, saya berharap pihak eksekutif dan legislatif tidak lagi membuat regulasi yang melakukan pengkaplingan alokasi anggaran untuk bidang-bidang tertentu, kecuali yang sudah diamanatkan di UUD 1945, seperti  dana pendidikan 20 persen dari dana APBN dan APBD. Langkah yang mungkin dapat dilakukan terkait pengkaplingan tersebut adalah harmonisasi peraturan perundangan, terutama yang terkait dengan aturan penganggaran. Hal itu dimaksudkan untuk mengurangi terbatasnya ruang gerak fiskal dalam mendukung pencapaian sasaran pembangunan.
Di sisi lain, kebijakan penganggaran juga menghadapi persoalan political acceptance atau penerimaan dan dukungan secara politik, terhadap kebijakan yang sensitif dan kurang populer seperti pengalihan subsidi BBM dan listrik kepada subsidi untuk penduduk miskin. Belanja subsidi misalnya, dalam sepuluh tahun terakhir ini, kita terus berupaya untuk membuat subsidi menjadi lebih tepat sasaran dan tak melebihi kepantasan dengan menaikkan harga BBM bersubsidi dan Tarif Dasar Listrik beberapa kali. Pemerintah kemudian mengalihkan sebagian alokasi subsidi BBM dan listrik tersebut kepada subsidi untuk rakyat miskin dan layanan kese-hatan. Tahun 2013 lalu pemerintah kembali menaikkan harga BBM bersubsidi dan tahun 2014 ini pemerintah menaikkan Tarif Dasar Listrik. Saya menyadari bahwa kebijakan tersebut tidak populer.  Saya juga merasakan perlawanan politik yang tidak kecil, terhadap kebijakan ini. Tetapi, semua langkah itu dilakukan untuk memastikan agar subsidi menjadi tepat sasaran, yang sesungguhnya juga sesuai dengan rekomendasi audit BPK. Ke depan, diperlukan kesepahaman bersama dari pemerintah dan legislatif, untuk melakukan langkah dan upaya bersama agar subsidi kita benar-benar tepat sasaran, dan jumlahnya tidak melebihi kepatutannya. Langkah bersama seperti itu sangat penting bagi kesinambungan pembiayaan pembangunan di masa mendatang.
Kebijakan penganggaran juga menghadapi tantangan dalam keterbatasan ruang fiskal. Proporsi belanja negara yang dialokasikan untuk belanja wajib masih relatif tinggi. Untuk itulah, perlu upaya untuk memberikan ruang gerak yang lebih leluasa agar Pemerintah dapat melakukan intervensi dalam mengatasi tantangan pembangunan. Prioritas anggaran selayaknya mengedepankan belanja produktif untuk mendukung pembangunan infrastruktur dan mengurangi pendanaan bagi program yang kurang tepat sasaran.
Dalam implementasinya, proses penyerapan anggaran masih perlu dioptimalkan. Sekalipun dalam beberapa tahun terakhir ini, kita telah berupaya mengatasi keterlambatan penyerapan anggaran dengan mempercepat proses dan prosedur penganggaran, namun hingga saat ini penyerapan anggaran masih cenderung menumpuk pada triwulan terakhir
Saya juga berharap agar lembaga-lembaga pengawasan dan pemeriksaan keuangan negara, seperti BPK, BPKP, dan aparat pengawasan internal pemerintah, untuk terus mengawasi peren-canaan dan penggunaan anggaran negara, agar lebih efisien dan efektif, baik di pusat maupun di daerah. Untuk kesekian kalinya saya meminta agar semua lembaga audit dan lembaga penga-wasan, termasuk BPK dan KPK, secara proaktif bisa melakukan pencegahan terhadap penyalahgunaan anggaran, termasuk korupsi. Dari tahun ke tahun masih kita jumpai apa yang sering saya sebut "kongkalikong" antara oknum pemerintah dan parlemen, pusat dan daerah,  dalam penggunaan anggaran yang merugikan negara.
Saudara-saudara, sebelum saya menutup pidato ini, saya juga ingin menyampaikan bahwa bertepatan dengan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia ke-69 tanggal 17 Agustus 2014, berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 tahun 2011 tentang Mata Uang, Pemerintah bersama Bank Indonesia mengumumkan bahwa Rupiah kertas Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan pecahan Rp100.000 tahun emisi 2014 dinyatakan mulai diberlakukan, dikeluarkan, dan diedarkan di seluruh Indonesia.  Hal ini untuk menegaskan bahwa Rupiah sebagai mata uang Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan salah satu simbol kedaulatan negara yang harus dihormati dan dibanggakan oleh seluruh warga negara Indonesia.
Demikianlah penjelasan saya mengenai Pokok-Pokok Rancangan APBN Tahun 2015. Saya berharap pembahasan RUU tentang APBN serta Nota Keuangan Tahun 2015 dapat berjalan lancar dan tepat waktu.
Kita tahu, upaya kita untuk terus memperbaiki dan membangun negeri ini selama sepuluh tahun bukanlah sebuah proses yang mudah. Kadang kita berhasil, tak jarang kita harus menerima kekurangan di sana-sini. Tetapi satu hal yang membuat kita semua bangga, bahwa upaya itu adalah upaya kita bersama, upaya yang tulus dan sungguh-sungguh. Kita ingat, Bung Karno dalam pidato Hari Ulang Tahun Proklamasi Indonesia tahun 1956, berkata, “Tidak seorang pun yang menghitung-hitung: berapa untung yang kudapat nanti dari Republik ini, jikalau aku berjuang dan berkorban untuk mempertahankannya”. Kita juga kenang Bung Hatta, dalam pidato pembelaannya di muka hakim di Den Haag mengutip pujangga Belanda Rene De Clercq; “Hanya ada satu negeri, yang menjadi negeriku. Ia tumbuh dengan perbuatan, dan perbuatan itu adalah usahaku”. Ya, usaha kita bersamalah, yang membuat negeri ini tumbuh, usaha kita bersamalah yang membuat negeri ini berkembang. Usaha bersama itu tentu berangkat dari niat dan kehendak baik kita semua.
Akhirnya, menutup dua periode masa jabatan saya sebagai Presiden Republik Indonesia, dengan hati yang tulus saya ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada seluruh rakyat Indonesia, kepada pimpinan dan para anggota DPR RI dan DPD RI yang terhormat, atas segala perhatian dan dukungan, serta kerja sama yang baik selama ini dengan jajaran pemerintahan yang saya pimpin.
Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat dan karunia kepada kita semua, dalam upaya kita menjalankan roda pembangunan menuju bangsa dan negara yang lebih maju, lebih adil dan lebih sejahtera.
Terima kasih.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Jakarta, 15 Agustus 2014
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PROF. DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Sumber:
http://info.bisnis.com/read/20140815/248/250265/pidato-rapbn-2015-ini-isi-lengkap-pidato-presiden

MENGINTIP ANGGARAN DESA, UNDANG-UNDANG DESA DAN KEBERLANJUTAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT


Arti Undang Undang desa adalah, suatu pengaturan yang bertujuan untuk memajukan memandirikan dan mensejahterakan masyarakat desa tanpa harus kehilangan jati dirinya. Undang-Undang Desa 2014 mengatur secara detail mulai dari wilayah pemerintahan dan wilayah masyarakat.
Undang Undang Desa ini hampir mirip dengan Program PNPM Mandiri yang diluncurkan pada tahun 2007 oleh Presiden SBY di Palu, program ini tujuannya yaitu pengentasan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat, partisipasi aktif masyarakat pedesaan, meningkatkan kualitas hidup masyarakat, meningkatkan kesehatan masyarakat pedesaan, perbaikan dan pembangunan infrastruktur, peningkatan kualitas Pendidikan seperti pembangunan dan perbaikan sekolah di pedesaan.

Manfaat undang-undang desa antara lain :
1. Format kedudukan desa semakin jelas.
2. Pembangunan basis kewilayahan lebih di perhatikan.
3. Kemiskinan lebih diperhatikan, dijabarkan sekitar 50 persen alokasi pembobotan.
4. Pemerintahan desa makin lebih di tingkatkan kapasitasnya dalam penyelenggaraan desa.
5. Menumbuh kembangkan pembangunan desa.

Undang-undang desa diantaranya diwarnai oleh ciri-ciri PNPM Mandiri, prinsip prinsip PNPM Mandiri sebagian ada di undang-undang desa, seperti partisipasi masyarakat sebagai subyek, adanya pendampingan fasilitator, perangkat dan dana desa, tranparansi dana desa. Ada juga mekanisme lapor ke KPK . Mengurangi kontraktor besar, belajar menggunakan tenaga kerja lokal di desa, karena itu kapasitas dan skala desa juga masyarakat dididik bisa mengevaluasi sendiri apa yang ada dilingkungan mereka.

Terdapat 7 sumber pendanaan desa :
1. Pendapatan asli desa (PADesa), dengan cara mengoptimalkan pengelolaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Lembaga Ekonomi Desa ( LED ) menjadi hal yang sangat penting dalam menunjang PADesa.
2. Alokasi APBN ke desa, dari belanja pusat dengan cara efektifkan program-program berbasis desa, minimal 10 persen dari dan diluar transfer daerah on top secara bertahap, sesuai dengan kemampuan uang negara, kemampuan masyarakat dalam mengeloladana. Dana APBN sendiri akan di gelontorkan bertahap di bulan April, Agustus dan Oktober.
3. Dana perimbangan Alokasi Dana Desa ( ADD ) diambilkan minimal 10 persen dana perimbangan (DAU) setelah dikurangi dana alokasi khusus (DAK), penggunaan yang jelas untuk ADD ini yaitu untuk penghasilan tetap kepala desa dan perangkat desa.
4. Bantuan provinsi dan kabupaten/kota
5. Pendapatan lain yang syah
6. Sumbangan pihak ke tiga
7. Dana hibah
Dalam hal ini semua desa di wajibkan untuk berkembang, tak terkecuali desa tertinggal dan berada di pelosok, karena azas undang-undang desa adalah keberagaman kewenangan lokal, asal usul desa dan keberpihakan desa tertinggal lebih di utamakan seperti perhitungan jumlah penduduk, kesulitan geografis, perhitungan angka kemiskinan, luas wilayah, yang tentunya variable perhitungan anggaran akan lebih besar. Diharapkan desa tertinggal ini akan bisa mengejar desa-desa lain yang lebih maju.

Apakah sebenarnya desa itu sudah siap, karena ketika ada gelontoran dana yang sangat besar, desa-desa tersebut akan kaget, maka dari itu desa harus menyiapkan konsep pembangunan desa, yang tentunya konsep yang sangat jelas, meliputi apa saja kebutuhan desa, permasalahan di desa dan apa saja penunjang perekonomian di desa. Dalam hal ini pemerintah tidak gegabah, pendanaan desa tentunya akan di dampingi baik itu oleh program PNPM Mandiri yang sudah berjalan di pedesaan untuk dijadikan instrument terlaksananya undang-undang desa, memanfaatkan fasilitator, atau memanfaatkan pihak kecamatan dalam melakukan perdampingan melalui kasi PMD dan juga tenaga penyuluh. Lembaga-lembaga tersebut di harapkan dapat memberikan bantuan ke desa dalam rangka pemanfaatan dana desa dari pemerintah.

Konsep pertama yang harus dilakukan adalah :
1. Tujuan pembangunan desa.
2. Peningkatan kesejahtraan masyarakat.
3. Meningkatkan kualitas hidup manusia.
4. Penanggulangan kemiskinan.
5. Pelayanan dasar, infrastruktur dasar seperti sekolah, jalan, posyandu juga pelayanan kesehatan ibu dan anak.
Konsep pemerintahan desa bisa di buat melalui musyawarah desa, musyawarah tokoh-tokoh desa, ide dari fasilitator dan atau tenaga penyuluh, akan tetapi peran murni suara desa akan lebih di utamakan.

Pengawasan dana desa :
1. Pengawasan dana desa secara horizontal dan vertikal bisa dilakukan oleh masyarakat melalui BPD, yang melakukan pengawasan dan kemudian bisa melaporkan ke Bupati, oleh Bupati kemudian akan melakukan evaluasi dan pembinaan melalui bawasda dan irjen regional.
2. Aparat penegak hukum, tentunya ketika APBN itu di cairkan ke desa desa.

Tujuan dari dana desa ini untuk kemakmuran rakyat pedesaan. Yang tentunya diharapkan ada pengawasan yang jelas, transparansi, dan jangan biarkan penyerapan anggaran didesa ini menjadi sia-sia.

Sumber : DIALOG KIBM DI TVRI

SEPUTAR PTO 2014 PNPM MANDIRI PERDESAAN

LATAR BELAKANG PTO 2014, PENJELASAN IX, X dan XI

I. Petunjuk Teknis Operasional (PTO) tahun 2014 merupakan pedoman tertinggi dalam pelaksanaan program PNPM Mandiri Perdesaan yang bersifat kebijakan secara nasional sehingga segala sesuatu terkait dengan peraturan pelaksanaan dan kebijakan lokal dengan tujuan pelaksanaan program harus bersifat menguatkan dan tidak bertentangan dengan PTO.

PTO Tahun 2014 merupakan bagian dari persyaratan Loan Agreement antara pemerintah dan lembaga donor yang tertuang dalam project appraisal document. Disusun berdasarkan perkembangan kebutuhan fasilitasi dan pelaksanaan program sebagai perbaikan sistem dan prosedur sebelumnya (PTO 2009).

Beberapa hal yang melatarbelakangi kebijakan;

1 - Penataan dalam kerangka penguatan kelembagaan kegiatan program dan kegiatan dana bergulir sebagai bagian dari pelembagaan kerja sama antar desa secara menyeluruh (BKAD, UPK, BP-UPK, Tim Verifikasi, Tim Pendanaan dan TPK).

2 - Penegasan kepemilikan dana bergulir sebagai milik masyarakat yang dikelola melalui BKAD dan dilaksanakan secara teknis oleh sub unit kegiatan dana program (KDP) dan sub unit kegiatan dana bergulir (KDB) dengan tujuan untuk meningkatkan profesionalitas dan kinerja.

3 - Menurunnya kinerja pengawasan kegiatan dana bergulir, yang diindikasikan dalam 2 hal idle capital dan NPL (SKN)

4 - Lemahnya pengawasan internal kelembagaan dan terjadinya salah kelola oleh Pengurus UPK sehingga berakibat terjadinya penyimpangan dana (dalam jumlah yang besar) dan kasus pidana

5 - Mendorong penguatan kelompok SPP dan peningkatan partisipasi masyarakat dan akses RTM dalam penyelenggaraan kegiatan dana bergulir.

6 - Meningkatkan akuntabilitas dan transparansi melalui tata kelola keuangan yang baik dan benar.

II. Penataan Kelembagaan PNPM Mandiri Perdesaan :

1. Kebijakan Penataan kelembagaan PNPM Mandiri Perdesaan yang dituangkan dalam PTO Penjelasan XI agar digunakan sebagai landasan pertama dan utama untuk pembuatan aturan tambahan yang dibuat berbagai tingkatan untuk memudahkan implementasi dan operasionalisasi bersifat mendukung tujuan program. Kebijakan penataan kelembagaan bersifat dinamis menyesuaikan kondisi referensi peraturan terkait yang ada, sehingga segala bentuk acuan atau aturan yang tidak sesuai dengan kebijakan yang ada merupakan pelanggaran terhadap ketentuan dan tidak diakui sebagai bagian ketentuan pelaksanaan PNPM Mandiri Perdesaan, dengan demikian dalam penataan kelembagaan sekaligus dilakukan koreksi terhadap implementasi kebijakan yang tidak sesuai.

2. Kebijakan kelembagaan dalam PNPM Mandiri Perdesaan terhadap Badan Kerjasama Antar Desa (BKAD) merupakan kelembagaan tertinggi dalam pelaksanaan yang berfungsi sebagai representasi kepemilikan aset. Kepemilikan aset dimaksud meliputi aset kegiatan dana bergulir (meliputi aset lancar dan aset tetap seperti tanah, gedung, kendaraan dan peralatan kantor) dan hasil-hasil kegiatan program (PNPM).

3. Forum MAD merupakan forum tertinggi dalam pengambilan keputusan yang bersifat politis atau kebijakan lokal dalam pelaksanaan PNPM Mandiri Perdesaan.

4. Dengan adanya UU No.6 Tahun 2014 maka penyebutan BKAD dalam UU tersebut mempunyai kekuatan hukum yang mengikat sesuai dengan perundangan yang ada, UPK sebagai pelaksana mandat BKAD maka secara otomatis telah mempunyai payung hukum yang kuat. BKAD secara kelembagaan program telah mempunyai legitimasi dari masyarakat melalui MAD sehingga BKAD telah mempunyai legalitas dan legitimasi dalam pengelolaan program.

5. Kelembagaan pendukung BKAD dibentuk melalui keputusan forum MAD yang terdiri dari : Tim Verifikasi, UPK, BP-UPK, Tim Pendanaan, Tim Penyehatan dan tim-tim lain yang sesuai dengan kebutuhan yang bersifat sebagai pelaksana mandat BKAD.
BKAD dan kelembagaan pendukung dalam menjalankan tugas dan fungsinya bekerja secara profesional. Oleh karena itu seluruh kelembagaan pendukung memperoleh pembiayaan operasional dari sumber kekayaan organisasi yang dipisahkan untuk kepentingan tersebut.

6. Ketentuan hubungan tata laksana dan fungsi kelembagaan (Tim Verifikasi, UPK, BP-UPK, Tim Pendanaan, Tim Penyehatan dan tim-tim lain) sebagai aturan antar lembaga ditetapkan oleh BKAD dalam bentuk Prosedur Operasional Standar.

7. Masyarakat yang terlibat dalam kelembagaan PNPM Mandiri Perdesaan disebut pelaku program yang menjalankan fungsi kelembagaan sebagai perangkat kerja pelaksanaan program. Ketentuan pendanaan kegiatan pelaku program yang bersumber dari dana program telah diatur dalam PTO dan Penjelasan.

8. Pelaku program dipilih oleh masyarakat secara demokratis berdasarkan kepercayaan bukan merupakan jabatan karir yang bersifat karyawan kontrak sehingga dibuat kebijakan periodesasi kepengurusan sebagai bentuk dari pemberian kesempatan partisipasi masyarakat secara lebih luas, kaderisasi dan regenerasi sebagai bagian dari pemberdayaan masyarakat. Pelaku program PNPM di kecamatan (PTO 2014) dibedakan periodesasi kepengurusan lembaga pengurus harian UPK (ketua, bendahara, sekretaris) dan masa kerja pengelola kegiatan dana bergulir (KDB yang meliputi satu orang manajer, tiga staf keuangan terdiri dari satu orang kasir, satu orang administrasi atau pembukuan). Periode kepengurusan dibatasi 3 tahun dan selanjutnya dapat dipilih kembali untuk 1 masa kepengurusan berikutnya. Masa kerja pengelola KDB tidak dibatasi. Pengelola KDB dievaluasi setiap tahun. Masa kerja staff PDP dan PDB diatur dalam SOP dengan skala waktu atau rentang tertentu, mengikuti kaidah profesional, yaitu bekerja dengan standar kompetensi (keahlian, keterampilan dan atau pendidikan tertentu), target/capaian kerja tertentu dan dapat diukur/dievaluasi).

9. Pengurus UPK adalah salah satu unsur pelaku program dimana kebijakan pendanaan pelaku yang bersifat insentif atau honor dengan persyaratan yang disesuaikan kondisi masyarakat dan dipilih oleh masyarakat secara demokrasi berdasarkan kepercayaan. Kebijakan pendanaan pelaku dilakukan secara standart program berlaku nasional yang dituangkan dalam satu PTO, dimana dalam ketentuan PTO tidak dikenal dengan adanya THR dengan alasan bahwa THR merupakan bagian dari konsekuensi kontrak antara pekerja dan pemberi kerja sedangkan Pengurus UPK merupakan salah satu unsur pelaku program dengan Surat Keputusan Bupati bukan berdasarkan kontrak pemberi kerja. Pendanaan THR yang bersumber dari dana program dan telah ada di lapangan bukan kebijakan dalam program sehingga perlu dilakukan koreksi dengan alasan tidak diatur di dalam PTO agar tidak terjadi temuan oleh pemeriksa. Bonus dapat diberikan melalui keputusan BKAD melalui MAD yang bersumber dari Dana Surplus yang dikelola oleh BKAD.

10. Terkait dengan ketentuan dalam penjelasan X (ketentuan biaya operasional, angka 9) mengenai “Tidak diperkenankan memberikan bonus, THR dan tunjangan kehadiran kantor atau uang makan untuk UPK dan kelembagaan pendukung lainnya” diberikan penjelasan sebagai berikut;
a. Dana operasional UPK yang berasal dari 2% dan jasa pinjaman secara teknis tidak dapat dipisahkan karena merupakan komponen pendapatan.
b. Secara teknis prinsip penganggaran biaya operasional berdasarkan pada rasio yang wajar antara total biaya dengan total pendapatan.
c. Pembatasan dimaksud dalam penjelasan X (ketentuan biaya operasional, angka 9) diatur agar tidak terjadi pendanaan yang bersumber dari biaya operasional.
d. Bonus dan tunjangan lainnya dapat diperhitungkan dari surplus yang dikelola oleh BKAD.
e. Biaya makan siang atau makan saat lembur dapat diatur melalui mekanisme pembiayaan operasional.
f. Batasan total biaya operasional yang dikeluarkan UPK maksimal adalah 75% dari pendapatan jasa pinjaman kumulatif tahun berjalan.

11. Pembelian inventaris yang dimaksud dalam penjelasan X (ketentuan biaya operasional, angka 6) adalah;
a. Memperhitungkan nilai kemanfaatan dan kemampuan finansial UPK
b. Pembiayaan inventaris harus direncanakan terlebih dahulu
c. Untuk pembiayaan inventaris dengan nilai besar seperti gedung direncanakan secara bertahap penyediaan dananya agar tidak menggangu pelayanan kegiatan dana bergulir yang menjadi prioritas masyarakat miskin
d. Mempertimbangkan biaya-biaya yang timbul atas barang inventaris yang selanjutnya akan menjadi peningkatan beban biaya operasional.

12. Terhadap aturan pemberian besaran IPTW dapat diperhitungkan besarannya, disepakati dalam MAD dan diatur melalui SOP.

13. Penggunaan sarana/prasarana yang bersumber dari pelaksanaan pengelolaan dana bergulir PNPM Mandiri Perdesaan merupakan milik masyarakat sebagai representasi masyarakat BKAD mempunyai hak dan kewenangan dalam pengaturan dan pengelolaan serta penggunaan atas sarana/prasarana untuk kepentingan dan tujuan program dengan demikian BKAD dan Kelembagaan pendukung program mempunyai hak secara bersama menggunakan sarana/prasarana (contoh: Kantor UPK, Inventaris, Kendaraan Operasional, dsb) untuk tujuan peningkatan pelayanan kepada masyarakat.

14. Dalam penataan kelembagaan khususnya pengelola dana bergulir PNPM Mandiri Perdesaan maka fungsi UPK Pengelola Dana Bergulir bertugas sebagai salah satu kelembagaan dalam pengelolaan dana bergulir bersama dengan Tim Verifikasi, Tim Pendanaan, BP-UPK dan Tim Penyehatan. Jika diperlukan oleh masyarakat dan untuk kepentingan masyarakat maka BKAD dapat membentuk unit kerja lain sebagai pelaksana mandat BKAD untuk kegiatan lain misalnya pengelolaan pasar desa, pengelolaan listrik desa, dsb. Dengan demikian dalam penataan kelembagaan PTO 2014 dimungkinkan pembentukan unit kerja lain.

III. Penataan Pengelolaan Dana Bergulir

1. Penataan pengelolaan dana bergulir merupakan salah satu bentuk penyesuaian kebijakan program terkait dengan penegasan kepemilikan dana oleh masyarakat, jumlah dana dikelola yang besar, fungsi kelembagaan pengelola bersifat kolektif kolegial, tata kelola/aturan yang transparan bertujuan menumbuhkan tanggungjawab kolektif antar kelembagaan pengelola yang berasal dari unsur masyarakat.

2. Kelembagaan UPK sebagai salah satu kelembagaan pengelola dana bergulir dan pelaksana mandat BKAD secara otomatis telah dipayungi oleh UU.No.6 Tahun 2014.

3. Kebijakan penataan rekening yang berasal dari kegiatan dana bergulir bertujuan untuk menumbuhkan transparansi, tanggung jawab kolektif dan akuntabilitas antar kelembagaan pengelola dana bergulir, serta memisahkan fungsi pengelola dan fungsi otorisasi terhadap penggunaan dana.

4. Pengelolaan Rekening Pengembalian UEP dan SPP tetap dikelola oleh UPK dengan menguatkan fungsi pengendalian antar lembaga melalui perubahan specimen tanpa melibatkan UPK dengan tujuan untuk meningkatkan memperluas peran UPK dalam pengembangan kegiatan dana bergulir melalui pembinaan kelompok, administrasi dan pelaporan kegiatan dana bergulir.

5. Pengelolaan Rekening BKAD bertujuan untuk memisahkan kinerja keuangan yang tidak berkaitan dengan kegiatan dana bergulir dan memberikan peran pengaturan dan pengelolaan surplus kepada BKAD sebagai representasi kepemilikan oleh masyarakat. Dalam hal pengawasan dan pengendalian pengelolaan dana surplus oleh BKAD, MAD dapat menugaskan secara khusus BP-UPK untuk melakukan pemeriksaan pengelolaan dana surplus dan melaporkan kepada MAD.

IV. Penentuan wilayah perguliran

PTO PNPM Mandiri Perdesaan harus mampu memenuhi kebutuhan pendasaran sistem perguliran untuk berbagai jenis wilayah Indonesia termasuk daerah terpencil dan kepulauan, dimana tidak memungkinkan lagi dilakukan perguliran di tingkat kecamatan dan aturan tentang pelaksanaan perguliran di wilayah desa telah diatur sejak diterbitkannya PTO Program Pengembangan Kecamatan dengan pertimbangan hal-hal: akses masyarakat terhadap UPK di kecamatan, besaran dana bergulir yang dikelola, dan efektifitas & efisiensi pengelolaan dana bergulir, sehingga kebijakan tersebut tetap diperlukan sebagai rujukan kebijakan skala nasional.

V. Penataan Pembayaran Supplier/Pemasok

Pembayaran suplayer dilakukan dengan cara transfer dari UPK langsung supplier, Hal ini dimaksudkan;

1. Untuk menguatkan sekaligus mengembalikan fungsi UPK sebagai pengelola kegiatan yang bertanggung jawab atas seluruh pelaksanaan kegiatan program.
2. Penguatan fungsi kontrol atau pengendalian untuk menjamin akuntabilitas belanja yang dilakukan oleh TPK.

TPK tetap berfungsi sebagai pengelola di desa.

SISTEM INFORMASI DESA


Lahirnya UU No 6 Tahun 2014 memberi harapan baru bagi kemajuan Desa dimasa yang akan datang, salah satunya adalah tentang Sistem Informasi Desa sebagaimana diamanatkan pasal 86. Sistem Informasi Desa kedepan dapat dikembangkan untuk menjalankan empat fungsi utama sebagai berikut :

Fungsi Media Transparansi dan Informasi
Fungsi Perbaikan Pelayanan dan Tata Kelola Pemerintahan Desa
Fungsi Interkoneksi data antara Desa dengan Supra Desa
Fungsi Promosi Produk Unggulan Desa

Untuk dapat menjalankan Fungsi Transparansi dan Informasi didalam SID dapat dikembangkan aplikasi web/portal desa yang terintegrasi dengan aplikasi-aplikasi lainnya. Web/portal desa didesain untuk menjalankan dua fungsi utama sebagai berikut :
1. Fungsi Transparansi
Fungsi Tranparasi merupakan menu wajib dari web desa yang merupakan tuntutan perundang-undangan sebagai berikut :

a. Informasi Publik adalah hak Masyarakat sebagaimana diamanatkan pasal UU No 6 Tahun 2014 tentang Desa.
b. Menyebarkan Informasi Publik adalah kewajiban Badan Publik.
Kewajiban badan public untuk untuk menyebarkan informasi public diamanatkan oleh UU No 14 Tahun 2008 Tentang Kebebasan Informasi Publik maupun UU No 6 tahun 2014 tentang Desa .
c. Badan Publik wajib membangun Sistem Informasi untuk menyebarluaskan Informasi Publik.
Keharusan/ kewajiban badan public membangun Sistem Informasi untuk menyebarluaskan Informasi Publik diamanatkan UU No 14 Tahun 2008 Pasal 7 ayat (3) “ Untuk melaksanakan kewajiban, Badan Publik harus membangun dan mengembangkan sistem informasi dan dokumentasi untuk mengelola Informasi Publik secara baik dan efisien sehingga dapat diakses dengan mudah”, UU No 6 Tahun 2014 Pasal 82 (4) “ Pemerintah Desa wajib menginformasikan perencanaan dan pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa, Rencana Kerja Pemerintah Desa, dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa kepada masyarakat Desa melalui layanan informasi kepada umum dan melaporkannya dalam Musyawarah Desa paling sedikit 1 (satu) tahun sekali “

Agar dapat memenuhi tuntutan perudang-undangan sebagaimana di sebutkan diatas maka menu /konten wajib yang harus ada dalam web/portal desa adalah sebagai berikut :
1). Proses Kebijakan public
a. Waktu penyusunan
b. Mekanisme dan tahapan
c. Draft rancangan dokumen publik

2). Hasil kebijakan public ( Regulasi/Dokumen )
a. Peraturan Bersama Kepala Desa, Perdes, Perkades, SK Kades
b. Dokumen Perencanaan Pembangunan ( RPJMDes dan RKP Desa )
c. Dokumen Anggaran ( RKA, APB Desa, DPA)
d. Laporan Pertanggungjawaban Pemdes
e. Profil Desa

3). Pelaksanaan Kebijakan Publik
a. Proses dan Informasi Pengadaan Barang dan Jasa Desa
b. Pelaksanaan dan hasil pembangunan
c. Pelaksanaan dan hasil kebijkan public lainnya

2. Fungsi Media Informasi
Dalam hal ini web/portal desa dikembangkan menjadi media informasinya masyarakat desa.

Memberikan informasi yaitu kegiatan untuk mengumpulkan, menyimpan data, fakta, pesan, opini dan komentar, sehingga masyarakat desa bisa mengetahui keadaan yang terjadi di di desanya dan diluar desanya.
Membangun kesadaran warga yaitu menggugah kesadaran akan hak dan kewajibannya sebagai warga masyarakat.
Memberikan motivasi, yaitu memberikan dorongan untuk berinovasi, berkreasi dan bekerja untuk memajukan diri dan desanya.
Ruang diskusi public, yaitu memberikan ruang untuk mendiskusikan berbagai hal yang berkaitan dengan desa.
Hiburan; yaitu memberikan hiburan yang sehat bagi warga masyarakat desa.

Yang perlu di ingat oleh para pengembang dan pengelola sistem informasi desa bahwa menjadikan web/ portal desa sebagai wahana transparansi haruslah dikedepankan karena hal tersebut merupakan tuntutan dari UU Desa.

Dalam UU No 6 Tahun 2014 Pasal 24 disebutkan “Penyelenggaraan Pemerintahan Desa berdasarkan asas:

a. kepastian hukum;
b. tertib penyelenggaraan pemerintahan;
c. tertib kepentingan umum;
d. keterbukaan;
e. proporsionalitas;
f. profesionalitas;
g. akuntabilitas;
h. efektivitas dan efisiensi;
i. kearifan lokal;
j. keberagaman; dan
k. partisipatif “.

Berkaitan dengan hal tersebut maka Sistem Informasi Desa kedepan harus di kembangkan untuk memperbaiki Layanan dan Tata Kelola Pemerintahan Desa.

Tujuan pengembangan Program Aplikasi Sistem Informasi manajemen Desa ini adalah:
1- Menyediakan data base mengenai kondisi Desa yang terpadu baik dari aspek perencanaan, pengelolaan keuangan, pengelolaan aset, kepegawaian maupun pelayanan publik yang dapat digunakan untuk penilaian kinerja pemerintah desa.
2- Menghasilkan informasi yang komprehensif, tepat dan akurat terhadap manajemen pemerintah desa dan pihak pihak yang berkepentingan.
3- Mempersiapkan aparat desa untuk mencapai tingkat penguasaan dan pendayagunaan teknologi informasi yang lebih baik.
4- Memperkuat basis pemerintah desa dalam melaksanakan otonomi desa.

Kamis, 28 Agustus 2014

TKPKD

Perpres No. 15 tahun 2010 mengamanatkan pembentukan Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) di tingkat pusat dan Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD) di tingkat Provinsi dan Kabupaten Kota. TKPKD ini merupakan tim lintas sektor dan lintas pemangku-pemangku kepentingan di tingkat Provinsi, Kabupaten dan Kota untuk melakukan percepatan penanggulangan kemiskinan di masing-masing tingkat daerah yang bersangkutan. Struktur kelembagaan dan mekanisme kerja TKPK kemudian diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No. 42 tahun 2010 .


TKPKD memiliki tugas dan tanggungjawab sebagai berikut :
  1. Melakukan koordinasi penanggulangan kemiskinan di daerah (Provinsi, Kabupaten dan Kota); dan
  2. Mengendalikan pelaksanaan penanggulangan kemiskinan di daerah (Provinsi, Kabupaten dan Kota).
Keanggotaan :
Keanggotaan Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (Provinsi, Kabupaten dan Kota) terdiri dari unsur pemerintah, masyarakat, dunia usaha, dan pemangku kepentingan lainnya dalam penanggulangan kemiskinan di tingkat daerah (Provinsi, Kabupaten dan Kota)
Susunan keanggotaan Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (Provinsi, Kabupaten dan Kota) sebagai berikut :
Penanggungjawab     : Kepala Daerah (Gubernur/Bupati/Walikota)
Ketua                       : Wakil Kepala Daerah (Wakil Gubernur/Wakil Bupati/Wakil Walikota)
Wakil Ketua             : Sekretaris Daerah
Sekretaris                : Kepala Bappeda
Wakil Sekretaris       : Kepala BPMD
Anggota                   :
  1. Badan Pemberdayaan Masyarakat Daerah (BPMD)
  2. Dinas Pekerjaan Umum
  3. Dinas Kependudukan
  4. Dinas Sosial
  5. Dinas Komunikasi dan Informatika
  6. Dinas Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (UKM)
  7. Inspektorat Daerah
  8. Sekretariat Daerah
  9. Badan Pusat Statistik (BPS Daerah)
  10. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Daerah
  11. Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)
  12. Perusahaan Swasta Setempat
  13. SKPD Lainnya
  14. Perguruan Tinggi Setempat
  15. Dunia Usaha
  16. Masyarakat dan Pemangku Kepentingan lainnya
Penetapan tugas, susunan keanggotaan, kelompok kerja, sekretariat, dan pendanaan TKPK Kabupaten/Kota diatur dengan Surat Keputusan Gubernur/Bupati/Walikota dengan memperhatikan Peraturan Presiden No. 15 Tahun 2010 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 42 Tahun 2010

Struktur Organisasi :

































Dalam pelaksanaannya, TKPKD diharapkan mampu :
  1. Mendorong proses perencanaan dan penganggaran sehingga menghasilkan anggaran yang efektif untuk penanggulangan kemiskinan.
  2. Melakukan koordinasi dan pemantauan program penanggulangan kemiskinan di daerah.
  3. Menyampaikan laporan hasil rapat koordinasi TKPKD, paling sedikit 3 kali setahun (Pasal 25 Permendagri No. 42 tahun 2010); dan hasil pelaksanaan penanggulangan kemiskinan di daerah kepada Wakil Presiden selaku Ketua TNP2K (Pasal 27 Permendagri No. 42 tahun 2010)
TNP2K melakukan berbagai pelatihan dan advokasi bagi Tim Teknis TKPKD. Dengan pelatihan ini, diharapkan Tim Teknis TKPKD mampu :
  1. Memantau situasi dan kondisi kemiskinan di daerah secara mandiri dan institusional TKPK Daerah;
  2. Melakukan analisis besaran pengeluaran pemerintah daerah sehingga efektif untuk penanggulangan kemiskinan (APBN dan APBD); dan
  3. Melakukan koordinasi pelaksanaan dan pengendalian program penanggulangan kemiskinan yang dilakukan di daerah.
 Sumber : TNP2K

Rabu, 27 Agustus 2014

Penanggulangan Kemiskinan Tahun 2015 masih memuat PNPM Mandiri.

Tahun 2015 merupakan tahun awal Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2015 – 2019 yang saat ini sedang disiapkan oleh Kementerian PPN/Bappenas. Kebijakan Penganggaran Percepatan Penanggulangan Kemiskinan 2015 mencantumkan pelaksanaan UU Desa yang memuat pola pemberdayaan masyarakat. Fokus pada pasal 78 ayat 1 yang mengatur tujuan pembangunan desa dan pasal 83 ayat 2 tentang pembangunan kawasan perdesaan.

Kebijakan dan penganggaran untuk penanggulangan kemiskinan menjadi fokus Rakernas pada hari pembukaan, 5 Juni 2014. Dra. Rahma Iryanti, M.T, Deputi Bidang Kemiskinan, Ketenagakerjaan, dan Usaha Kecil Menengah BAPPENAS menjelaskan materi tentang Isu-Isu Strategis bagi Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan dalam Rancangan RPJMN 2015-2019. Kebijakan Penganggaran Penanggulangan Kemiskinan Tahun 2015-2019 menjadi paparan Menteri Keuangan RI.

BAPPENAS mengungkapkan tentang kondisi kemiskinan Indonesia. Tingkat kemiskinan pada bulan September 2013 sebesar 11,47 persen sementara target APBN 2013 sebesar 9,5 persen hingga 10,5 persen. Target APBN 2014 sebesar 9,0 persen hingga 10,5 persen. Revisi RPJMN 2009-2014 sebesar 8,0 persen hingga 10,0 persen. Sedangkan Target RKP 2015 sebesar 9,0 persen hingga 10,0 persen.

Arah Kebijakan dan Fokus Prioritas Penanggulangan Kemiskinan Tahun 2015 masih memuat PNPM Mandiri sebagai salah satu langkah andalan pemerintah. Peran PNPM masuk dalam fokus prioritas penguatan pengembangan penghidupan berkelanjutan berbasis pemberdayaan masyarakat melalui transformasi PNPM menuju Pengembangan Penghidupan Berkelanjutan (P2B).

Transisi PNPM Mandiri pada pelaksanaan UU Desa masuk terbagi dalam empat langkah. Dalam tahap proses perencanaan partisipatif, mekanisme Musyawarah Desa (Musdes) mengacu pada tahapan perencanaan pembangunan yang ada di PNPM. Keberlanjutan pendampingan tetap diperlukan untuk peningkatan kualitas dan pengawasan pelaksanaan pembangunan desa.

PNPM Mandiri pun berperan dalam keberlanjutan kelembagaan masyarakat yang akuntabel. Peran kelembagaan PNPM Mandiri untuk membantu struktur pemerintahan desa. Dalam peningkatan peran pemerintah daerah, posisi PNPM untuk mendorong inisiatif pemerintah daerah dalam mengembangkan program pemberdayaan masyarakat sesuai kondisi di daerahnya.

Rakernas 2014