Sesuai berita yang dilansir Humas Pemprov Jawa Tengah, bahwa Gubernur Jawa Tengah H Ganjar Pranowo SH pada tanggal 20 Nopember 2014, telah menetapkan
keputusan UMK 2015. Keputusan UMK tertuang dalam Keputusan Gubernur
Jateng Nomor 560/85 Tahun 2014. UMK diputuskan setelah melalui dialog
dan konsultasi dengan seluruh pemangku kepentingan.
“Saya gak tanggung-tanggung kok konsultasi saya. Sama menaker, menko,
presiden, buruh, pengusaha dan bupati. Pada rapat terakhir ada beberapa
kabupaten yang UMK nya dinaikkan dari usulan bupati/walikota. Saya
sudah mencoba seoptimal mungkin. Tentu ada yang setuju dan tidak,”
bebernya saat ditemui wartawan usai mengumumkan penetapan UMK di ruang
rapat Gedung A lantai II Kantor Gubernur, Kamis (20/11).
Ditambahkan, dirinya paham betul ada pihak-pihak yang pasti tidak
berkenan. Tapi dia memastikan inilah hasil optimal yang bisa dicapai
dari seluruh komunikasi dan demokratisasi dalam penyusunan UMK.
“Saat saya menerima teman-teman buruh disini saya bertanya adakah
survey yang sudah pas. Jawabannya belum. Yang mendekati pas mana? Kota
Semarang dan Demak. Itu kata teman-teman buruh lho. Yang lain belum
benar dan yang benar versi mereka. Artinya seluruh angka yang ada
relatif. Karena angka relatif, maka saya juga mendorong untuk mengambil
langkah berkomunikasi dengan para pemangku kepentingan,” jelasnya.
Gubernur berharap langkah yang diambil adalah langkah yang bijaksana.
Sebab, jika dilihat dari catatan yang ada, UMK Provinsi Jawa Tengah
sudah cukup baik. 31 kabupaten/ kota sudah memenuhi 100 persen KHL dan
rata-rata kenaikannya 14,96 persen. UMK tertinggi Kota Semarang Rp
1.685.000 dan terendah Kabupaten Banyumas Rp 1.100.000.
Pihaknya tidak menampik jika kenaikannya ada yang masih kurang dari
laju inflasi. Seperti di Solo Raya. Karenanya saat bertemu dengan Apindo
pada hari Selasa (18/11) lalu, dirinya sudah memperingatkan agar mereka
mau membela buruh dan mendapat tanggapan positif.
Pasca ditetapkannya UMK, gubernur menginstruksikan kepada bupati/
walikota untuk melakukan sosialisasi kepada Apindo, serikat pekerja/
serikat buruh dan perusahaan di wilayah masing-masing, memfasilitasi
perusahaan yang tidak mampu mengajukan penangguhan upah minimum terhadap
pekerja/ buruh yang masa kerjanya kurang dari setahun dan bagi pekerja/
buruh yang masa kerjanya lebih dari setahun diminta mengefektifkan
forum perundingan melalui Lembaga Kerja Sama (LKS) bipartit atau
pengusaha dengan PUK (Pimpinan Unit Kerja) yang ada di perusahaan.
Gubernur menandaskan, perusahaan dilarang membayar upah lebih rendah
dari upah minimum. Bagi yang melanggar, berdasar UU Nomor 13 tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan akan dikenai sanksi pidana penjara paling
singkat satu tahun dan paling lama empat tahun dan atau denda paling
sedikit Rp 100 juta dan paling banyak Rp 400 juta. Semua pihak diminta
gubernur untuk mengawasi dan melaporkan apabila terjadi pelanggaran.
Berikut daftar upah minimun di 35 Kabupaten/Kota di Jawa Tengah tahun 2015
1. Kota Semarang Rp 1.685.000
2. Kabupaten Demak Rp 1.535.000
3. Kabupaten Kendal Rp 1.383.000
4. Kabupaten Semarang Rp 1.419.000
5. Kota Salatiga Rp 1.287.000
6. Kabupaten Grobogan Rp 1.160.000
7. Kabupaten Blora Rp 1.180.000
8. Kabupaten Kudus Rp 1.380.000
9. Kabupaten Jepara Rp 1.150.000
10. Kabupaten Pati Rp 1.176.500
11. Kabupaten Rembang Rp 1.120.000
12. Kabupaten Boyolali Rp 1.197.800
13. Kota Surakarta Rp 1.222.400
14. Kabupaten Sukoharjo Rp 1.223.000
15. Kabupaten Sragen Rp 1.105.000
16. Kabupaten Karanganyar Rp 1.226.000
17. Kabupaten Wonogiri Rp 1.101.000
18. Kabupaten Klaten Rp 1.170.000
19. Kota Magelang Rp 1.211.000
20. Kabupaten Magelang Rp 1.255.000
21. Kabupaten Purworejo Rp 1.165.000
22. Kabupaten Temanggung Rp 1.178.000
23. Kabupaten Wonosobo Rp 1.166.000
24. Kabupaten Kebumen Rp 1.157.000
25. Kabupaten Banyumas Rp 1.100.000
26. Kabupaten Cilacap
Wilayah Kota Rp 1.287.000
Wilayah Timur Rp 1.200.000
Wilayah Barat Rp 1.100.000
27. Kabupaten Banjarnegara Rp 1.112.500
28. Kabupaten Purbalingga Rp 1.101.600
29. Kabupaten Batang Rp 1.270.000
30. Kota Pekalongan Rp 1.291.000
31. Kabupaten Pekalongan Rp 1.271.000
32. Kabupaten Pemalang Rp 1.193.400
33. Kota Tegal Rp 1.206.000
34. Kabupaten Tegal Rp 1.155.000
35. Kabupaten Brebes Rp 1.166.550
"Penetapan UMK sudah memperhatikan kenaikan harga BBM," tegasnya.
Laman
Jumat, 21 November 2014
IMPLEMENTASI UU DESA, APA YANG KITA PERBUAT?
UU Desa disusun atas inisiatif pemerintah untuk memberikan status hukum
yang lebih kuat bagi desa dan memastikan alokasi anggaran pembangunan
tahunan dapat disalurkan pemerintah pusat dan pemerintah daerah ke
desa-desa. Dengan langkah ini, masyarakat dapat memenuhi kebutuhan dasar
mereka. Sekarang pemerintah desa dapat mengelola uangnya sendiri dan
memutuskan penggunaan dana yang diberikan pemerintah.
UU No. 6/ 2014 menegaskan desa berkedudukan di wilayah kabupaten atau kota. Maknanya desa bukan lagi sebagai sub-ordinat Kabupaten/Kota.
Di sisi yang lain, UU Desa memberi peluang desa-desa di satu kecamatan bekerja sama. Kerja sama antar desa dituangkan dalam peraturan bersama kepala desa melalui kesepakatan musyawarah antar desa.
Kerjasama antar desa dilaksanakan oleh Badan Kerjasama Antar Desa yang dibentuk melalui Peraturan Bersama Kepala Desa. Kerjasama dimaksud dapat meliputi pengembangan usaha bersama untuk mencapai nilai ekonomi yang berdaya saing. Bisa juga dalam kegiatan kemasyarakatan, pelayanan, pembangunan dan pemberdayan masyarakat antar desa atau dalam bidang keamanan dan ketertiban.
Dalam melaksanakan pembangunan antar-desa, BKAD dapat membentuk kelompok atau lembaga sesuai dengan kebutuhan. Sedangkan dalam pelayanan usaha antar desa, dapat membentuk BUM Desa yang merupakan milik satu desa atau lebih.
Jadi, BPD dalam UU yang baru ini tidak lagi menjadi bagian dalam penyelenggaraan pemerintahan desa. BPD diposisikan sebagai lembaga desa yang melaksanakan fungsi pemerintahan yaitu membahas dan menyepakati Raperdes bersama Kades, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat desa, dan melakukan pengawaaan kinerja Kades. Sedangkan LPMD didorong membantu pelaksanaan fungsi penyelenggaraan pemerintah desa, pelaksanaan pembangunan desa pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa.
Untuk kepentingan itu, Bapermades Provinsi/Kabupaten/Kota sebagai institusi pemberdayaan masyarakat dalam rangka implementasi Undang-undang Desa Nomor 6 tahun 2014 tidak kurang baiknya menyiapkan desa sejak awal guna memberikan pemahaman secara komprehensif berkait dengan diundangkannya regulasi pro-desa tersebut.
Di luar itu, tidak ada salahnya lembaga pemberdayaan ini juga menggelar pelatihan-pelatihan pelaporan dan pertanggungjawaban atas pemanfaatan dana yang tidak sedikit yang bakal mengucur ke desa melalui dana APBN.
Di samping kedua hal di atas, layak kiranya desa dan aparaturnya diberikan pelatihan menyangkut peningkatan kapasitas sumberdaya manusia (SDM), sehingga mereka memiliki daya tawat tinggi dan tidak salah langkah dalam menerjemahkan anggaran ke desa.
Kapasitas pengelola Dana Desa harus memadai agar dalam mengelola Dana Desa tidak terjadi kesalahan maupun penyelewengan. Perangkat desa harus dibekali pengetahuan dan mempunyai kualifikasi teknis di bidang pemerintahan, administrasi perkantoran, administrasi keuangan, dan perencanaan. Dalam rangka pengelolaan dan pengawasan keuangan desa yang lebih akuntabel dan transparan, maka publikasi APBDes juga perlu dilakukan.
Pelatihan tentang SDM ini bisa saja melibatkan secara terpisah maupun terintegrasi dari elemen pemerintah desa, seperti Badan Permusyawaratan Desa (BPD) sebagai pelaku kontrol jalannya pelaksanaan pembangunan desa dan penguatan perumusan produk regulasi desa. Jika BPD dan masyarakat berfungsi optimal sebagai pengawasan pembangunan, maka sebetulnya kekhawatiran terhadap penyalahgunaan dana bisa diminimalkan.
Selain lembaga-lembaga yang disebut terdahulu, nampaknya masih perlu memberikan pelatihan pula kepada lembaga pemberdayaan masyarakat (LPM) dan kader pemberdayaan masyarakat (KPM) dalam kaitan dengan perencanaan pembangunan desa, pelaksanaan bahkan hingga pengembangan dan tahapan pelestarian pembangunan desa. Keduanya berkemampuan dalam menyusun perencanaan desa secara partisipatif yang tentu disusun secara mandiri dan sesuai dengan kebutuhan dasar masyarakat.
Untuk menyambut dan menyiapkan implementasi UUDesa barangkali akan lebih efektif jika dibangun forum komunikasi LPM, KPM maupun BPD pada tingkat Kabupaten/Kota sebagai media komunikasi dan berbagi atas lalulintas pendapat, pengetahuan maupun pengalaman empirik secara faktual sehingga mampu membangun gugus yang tidak saja berfungsi pada tataran konsepsi namun lebih pada ranah tawaran solusi konkret atas sebuah persoalan di setiap daerah yang mungkin saja sama tetapi pola penanganan dan metode pendekatan yang berbeda.
KESEJAHTERAAN
Pelaksanaan penanggulangan kemiskinan telah memberikandampak yang positif pada pembangunan Jawa Tengah, pada Maret 2014, jumlah penduduk miskin Provinsi ini sebesar tidak kurang dari 4 juta jiwa (14,44%) dan besaran itu masih menggenang di wilayah pedesaan. Nampaknya penanggulangan kemiskinan bukan saja melepaskan diri dari angka-angka statistik belaka, tetapi lebih pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dan menunjukkan indikasi perubahan sosial dalam perubahan pola pikir dan perilaku sosial masyarakat secara mandiri.
Koneksitas UUDesa dan Jawa Tengah, nampak pada peta jalan ideal masyarakat desa yang ingin diraih melalui keduanya, yaitu Jawa Tengah yang sejahtera dan berdikari. Tantangannya adalah di satu sisi harus melakukan upaya penanggulangan kemiskinan melalui kebijakan pemenuhan kebutuhan pelayanan dasar pada desa-desa merah, kuning dan hijau yang dalam versi Jateng sebagai desa miskin tinggi, sedang dan rendah.
Merujuk pada data PPLS 2011, di Jateng pada Tahun 2014 ini telah dideklarasikan oleh Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo sebagai Tahun Infrastruktur. Dalam konteks ini Gubernur memberikan bantuan pada ketiga kategori desa di atas dengan kisaran 40 juta s/d 100 juta setiap desa guna membenahi kondisi sarana prasarana (infrastruktur) desa yang kurang memadai yang diharapkan mampu memperlancar lalulintas ekonomi, setidaknya masyarakat miskin desa bisa menjual hasil buminya melalui jalan, jembatan yang tidak rusak lagi.
Namun demikian, bantuan itu hanya insentif semata dan pada jangka panjangnya diekspektasikan masyarakat mampu mendayagunakan potensi SDA dan SDM lokal sebagai kail untuk mengubah wajah dan nasib desa di masa mendatang. Itulah sebagaian jalan yang telah diterapkan oleh Ganjar Pranowo sebagai media pelatihan bagi desa sebelum mengelola dana milyaran rupiah manakala UU Desa digelar.
Penyelenggaraan pemerintahan desa yang berkualitas berpotensi mendorong kesejahteraan masyarakat desa, sekaligus meningkatkan kualitas hidup di desa. Sebagai strata pemerintahan terkecil, desa memainkan peran sentral dalam agenda pembangunan Jateng dimana sebagian masyarakat miskin hidup di pedesaan. Melalui UU Desa, penyelenggara pemerintahan desa diharapkan dapat mengelola wilayahnya secara, mandiri termasuk di dalamnya pengelolaan aset, keuangan dan pendapatan desa. Barangkali inilah “beyond,” lokalitas itu sendiri. *(Marjono)
UU No. 6/ 2014 menegaskan desa berkedudukan di wilayah kabupaten atau kota. Maknanya desa bukan lagi sebagai sub-ordinat Kabupaten/Kota.
Di sisi yang lain, UU Desa memberi peluang desa-desa di satu kecamatan bekerja sama. Kerja sama antar desa dituangkan dalam peraturan bersama kepala desa melalui kesepakatan musyawarah antar desa.
Kerjasama antar desa dilaksanakan oleh Badan Kerjasama Antar Desa yang dibentuk melalui Peraturan Bersama Kepala Desa. Kerjasama dimaksud dapat meliputi pengembangan usaha bersama untuk mencapai nilai ekonomi yang berdaya saing. Bisa juga dalam kegiatan kemasyarakatan, pelayanan, pembangunan dan pemberdayan masyarakat antar desa atau dalam bidang keamanan dan ketertiban.
Dalam melaksanakan pembangunan antar-desa, BKAD dapat membentuk kelompok atau lembaga sesuai dengan kebutuhan. Sedangkan dalam pelayanan usaha antar desa, dapat membentuk BUM Desa yang merupakan milik satu desa atau lebih.
Jadi, BPD dalam UU yang baru ini tidak lagi menjadi bagian dalam penyelenggaraan pemerintahan desa. BPD diposisikan sebagai lembaga desa yang melaksanakan fungsi pemerintahan yaitu membahas dan menyepakati Raperdes bersama Kades, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat desa, dan melakukan pengawaaan kinerja Kades. Sedangkan LPMD didorong membantu pelaksanaan fungsi penyelenggaraan pemerintah desa, pelaksanaan pembangunan desa pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa.
Untuk kepentingan itu, Bapermades Provinsi/Kabupaten/Kota sebagai institusi pemberdayaan masyarakat dalam rangka implementasi Undang-undang Desa Nomor 6 tahun 2014 tidak kurang baiknya menyiapkan desa sejak awal guna memberikan pemahaman secara komprehensif berkait dengan diundangkannya regulasi pro-desa tersebut.
Di luar itu, tidak ada salahnya lembaga pemberdayaan ini juga menggelar pelatihan-pelatihan pelaporan dan pertanggungjawaban atas pemanfaatan dana yang tidak sedikit yang bakal mengucur ke desa melalui dana APBN.
Di samping kedua hal di atas, layak kiranya desa dan aparaturnya diberikan pelatihan menyangkut peningkatan kapasitas sumberdaya manusia (SDM), sehingga mereka memiliki daya tawat tinggi dan tidak salah langkah dalam menerjemahkan anggaran ke desa.
Kapasitas pengelola Dana Desa harus memadai agar dalam mengelola Dana Desa tidak terjadi kesalahan maupun penyelewengan. Perangkat desa harus dibekali pengetahuan dan mempunyai kualifikasi teknis di bidang pemerintahan, administrasi perkantoran, administrasi keuangan, dan perencanaan. Dalam rangka pengelolaan dan pengawasan keuangan desa yang lebih akuntabel dan transparan, maka publikasi APBDes juga perlu dilakukan.
Pelatihan tentang SDM ini bisa saja melibatkan secara terpisah maupun terintegrasi dari elemen pemerintah desa, seperti Badan Permusyawaratan Desa (BPD) sebagai pelaku kontrol jalannya pelaksanaan pembangunan desa dan penguatan perumusan produk regulasi desa. Jika BPD dan masyarakat berfungsi optimal sebagai pengawasan pembangunan, maka sebetulnya kekhawatiran terhadap penyalahgunaan dana bisa diminimalkan.
Selain lembaga-lembaga yang disebut terdahulu, nampaknya masih perlu memberikan pelatihan pula kepada lembaga pemberdayaan masyarakat (LPM) dan kader pemberdayaan masyarakat (KPM) dalam kaitan dengan perencanaan pembangunan desa, pelaksanaan bahkan hingga pengembangan dan tahapan pelestarian pembangunan desa. Keduanya berkemampuan dalam menyusun perencanaan desa secara partisipatif yang tentu disusun secara mandiri dan sesuai dengan kebutuhan dasar masyarakat.
Untuk menyambut dan menyiapkan implementasi UUDesa barangkali akan lebih efektif jika dibangun forum komunikasi LPM, KPM maupun BPD pada tingkat Kabupaten/Kota sebagai media komunikasi dan berbagi atas lalulintas pendapat, pengetahuan maupun pengalaman empirik secara faktual sehingga mampu membangun gugus yang tidak saja berfungsi pada tataran konsepsi namun lebih pada ranah tawaran solusi konkret atas sebuah persoalan di setiap daerah yang mungkin saja sama tetapi pola penanganan dan metode pendekatan yang berbeda.
KESEJAHTERAAN
Pelaksanaan penanggulangan kemiskinan telah memberikandampak yang positif pada pembangunan Jawa Tengah, pada Maret 2014, jumlah penduduk miskin Provinsi ini sebesar tidak kurang dari 4 juta jiwa (14,44%) dan besaran itu masih menggenang di wilayah pedesaan. Nampaknya penanggulangan kemiskinan bukan saja melepaskan diri dari angka-angka statistik belaka, tetapi lebih pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dan menunjukkan indikasi perubahan sosial dalam perubahan pola pikir dan perilaku sosial masyarakat secara mandiri.
Koneksitas UUDesa dan Jawa Tengah, nampak pada peta jalan ideal masyarakat desa yang ingin diraih melalui keduanya, yaitu Jawa Tengah yang sejahtera dan berdikari. Tantangannya adalah di satu sisi harus melakukan upaya penanggulangan kemiskinan melalui kebijakan pemenuhan kebutuhan pelayanan dasar pada desa-desa merah, kuning dan hijau yang dalam versi Jateng sebagai desa miskin tinggi, sedang dan rendah.
Merujuk pada data PPLS 2011, di Jateng pada Tahun 2014 ini telah dideklarasikan oleh Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo sebagai Tahun Infrastruktur. Dalam konteks ini Gubernur memberikan bantuan pada ketiga kategori desa di atas dengan kisaran 40 juta s/d 100 juta setiap desa guna membenahi kondisi sarana prasarana (infrastruktur) desa yang kurang memadai yang diharapkan mampu memperlancar lalulintas ekonomi, setidaknya masyarakat miskin desa bisa menjual hasil buminya melalui jalan, jembatan yang tidak rusak lagi.
Namun demikian, bantuan itu hanya insentif semata dan pada jangka panjangnya diekspektasikan masyarakat mampu mendayagunakan potensi SDA dan SDM lokal sebagai kail untuk mengubah wajah dan nasib desa di masa mendatang. Itulah sebagaian jalan yang telah diterapkan oleh Ganjar Pranowo sebagai media pelatihan bagi desa sebelum mengelola dana milyaran rupiah manakala UU Desa digelar.
Penyelenggaraan pemerintahan desa yang berkualitas berpotensi mendorong kesejahteraan masyarakat desa, sekaligus meningkatkan kualitas hidup di desa. Sebagai strata pemerintahan terkecil, desa memainkan peran sentral dalam agenda pembangunan Jateng dimana sebagian masyarakat miskin hidup di pedesaan. Melalui UU Desa, penyelenggara pemerintahan desa diharapkan dapat mengelola wilayahnya secara, mandiri termasuk di dalamnya pengelolaan aset, keuangan dan pendapatan desa. Barangkali inilah “beyond,” lokalitas itu sendiri. *(Marjono)
Sabtu, 01 November 2014
PNPM : LANJUT atau TIDAK
(baca sampai tuntas pidato lengkap SBY ttg RUU APBN 2015)
Berikut isi lengkap pidato Presiden SBY terkait RUU APBN 2015 dan Nota Keuangannya:
http://info.bisnis.com/read/20140815/248/250265/pidato-rapbn-2015-ini-isi-lengkap-pidato-presiden
Berikut isi lengkap pidato Presiden SBY terkait RUU APBN 2015 dan Nota Keuangannya:
Bismillahirrahmanirrahim,
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Salam sejahtera bagi kita semua,
Yang saya hormati, Saudara Ketua, para Wakil Ketua, dan para Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia,
Yang saya hormati, Saudara Ketua, para Wakil Ketua, dan para Anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia,
Yang saya hormati, Saudara Ketua, para Wakil Ketua, dan para Anggota Lembaga-Lembaga Negara,
Saudara-saudara se-Bangsa dan se-Tanah Air,
Hadirin sekalian yang Saya hormati,
Mengawali
pidato ini, saya mengajak hadirin sekalian, untuk sekali lagi,
memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, Allah SWT,
karena atas rahmat dan ridho-Nya kita dapat kembali berkumpul untuk
melanjutkan tugas bersama kita, setelah tadi pagi kita bersama
menghadiri Sidang Bersama DPR RI dan DPD RI dalam rangka penyampaian
Pidato Kenegaraan.
Sesuai dengan amanat undang-undang, siang ini
saya akan menyampaikan Keterangan Pemerintah, atas RAPBN Tahun Anggaran
2015, beserta Nota Keuangannya.
Keterangan pemerintah yang akan
saya sampaikan ini adalah yang kelima dan terakhir dalam masa bhakti
Kabinet Indonesia Bersatu Kedua, dan yang kesepuluh sejak awal Kabinet
Indonesia Bersatu Pertama yang saya pimpin.
Oleh karena itu sudah
sepatutnya saya memulainya dengan menyampaikan apresiasi saya kepada
Pimpinan dan Anggota DPR-RI sebagai mitra kerja Pemerintah yang
konstruktif. Tentu tidak bisa dihindari bahwa dalam melaksanakan kerja
sama ini situasinya sering amat dinamis, disertai dengan perbedaan yang
tajam diantara kita.
Namun saya melihat semua ini menunjukkan bahwa proses demokrasi dan check and balances, berjalan di negeri ini. Evelyn Beatrice Hall, penulis biography pemikir Perancis Voltaire, menulis sebuah ungkapan yang amat terkenal, “Walau saya sangat menentang pendapat anda, tetapi saya akan memper-tahankan hak anda untuk berpendapat”.
Itu
adalah cerminan, bagaimana hak berpendapat dalam proses itu selalu kita
jaga. Dan saya melihat bahwa ini adalah merupakan proses demokrasi yang
memperkaya upaya kita untuk membawa negeri ini kearah yang lebih baik.
Hadirin sekalian yang saya muliakan,
Pada
kesempatan yang baik ini, saya ingin menyampaikan apresiasi saya kepada
Pimpinan dan Anggota DPR RI untuk kerja-sama atas pembahasan yang
dilakukan dalam pembicaraan penda-huluan RAPBN 2015 ini. Penyusunan
RAPBN Tahun Anggaran 2015 juga dilakukan dengan memperhatikan saran,
pendapat, dan pertimbangan DPD RI.
Secara khusus saya juga ingin
menyampaikan penghargaan saya kepada DPR RI yang telah bekerja keras
bersama Pemerintah untuk menyelesaikan perubahan APBN 2014 pada tanggal
18 Juni 2014 yang lalu, lebih awal dari biasanya.
Perubahan itu
memang diperlukan untuk merespons perkembangan situasi global dan
nasional yang begitu cepat. Sejak 2013 yang lalu suasana ekonomi dan
keuangan global berubah, yang ditandai oleh merosotnya harga komoditi
ekspor utama kita, dan kemudian mengetatnya situasi likuiditas global
karena perubahan kebijakan moneter Amerika Serikat.
APBN dan
Neraca Pembayaran kita terkena imbas-nya dan mengalami tekanan yang
cukup serius. DPR RI ternyata tanggap mengenai urgensi masalah ini,
sehingga penyesuaian APBN 2014 dapat diselesaikan tepat waktu.
Perubahan
APBN 2014 dan penyesuaian berbagai kebijakan fiskal yang mendukungnya,
serta langkah-langkah kebijakan di bidang moneter serta
kebijakan-kebijakan sektoral yang kita ambil, merupakan respon utuh kita
ter-hadap masalah yang saya sebut tadi.
Alhamdulillah,
dari indikator-indikator yang ada, usaha kita nampak mulai membuahkan
hasil --- defisit APBN maupun Neraca Pembayaran tetap dapat dikendalikan
dan potensi gejolak ekonomi dan keuangan di dalam negeri dapat kita
redam.
Penyusunan RAPBN 2015 juga diawali dengan
momentum yang baik terkait dengan keputusan Mahkamah Konstitusi pada
tanggal 22 Mei 2014 menyangkut judicial review Undang-Undang
Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 27
tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Kami menyambut baik putusan
Mahkamah Konstitusi yang pada dasarnya semakin mempertegas peran
pemerintah dan DPR RI dalam pembahasan dan pengawasan anggaran negara.
Saya yakin bahwa dukungan check and balance secara lebih
strategis dan konstruktif atas APBN ke depan oleh DPR RI akan semakin
memperkuat APBN dalam mencapai tujuan nasional yang kita cita-citakan
bersama.
Hadirin sekalian yang saya muliakan,
Perlu saya
kemukakan bahwa berbeda dengan Nota Keuangan dan RAPBN tahun-tahun
sebelumnya, Nota Keuangan dan RAPBN tahun 2015 disusun oleh pemerintahan
yang mengemban amanah saat ini, untuk dilaksanakan oleh pemerintah baru
hasil Pemilu tahun 2014. Oleh karena itu, penyusunan anggaran belanja
Kemen-terian Negara dan Lembaga dalam RAPBN 2015 masih bersifat baseline, yang
substansi utamanya hanya memperhitungkan kebutuhan pokok
penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat. Saya
berharap, langkah ini dapat memberikan ruang gerak yang luas bagi
pemerintah baru, untuk melaksanakan program-program kerja yang
direncanakan. Setelah tanggal 20 Oktober mendatang, saya yakin bahwa
pemerintah baru akan memiliki ruang dan waktu yang cukup untuk
memperbaiki anggaran dan memasukkan berbagai program yang akan
dilaksanakan 5 tahun mendatang.
Hadirin sekalian yang saya muliakan,
Sungguh
kita patut bersyukur, dalam sepuluh tahun terakhir ini, pembangunan di
tanah air kita mengalami kemajuan yang meng-gembirakan. Pada tahun 2004,
total belanja negara adalah sebesar Rp427,2 triliun. Pada tahun 2014
ini, angka tersebut mencapai Rp1.876,9 triliun. Berarti, dalam sepuluh
tahun belanja negara meningkat sekitar empat kali lipat. Selama sepuluh
tahun terakhir, anggaran kesehatan meningkat sekitar 8 kali lipat, dari
Rp8,1 triliun pada tahun 2004 menjadi Rp67,9 triliun pada tahun 2014.
Pada kurun waktu yang sama, anggaran pendidikan meningkat 6 kali lipat
dari Rp62,7 triliun menjadi Rp375,4 triliun, anggaran untuk
infrastruktur meningkat hampir 11 kali lipat dari Rp18,7 triliun menjadi
Rp206,6 triliun, dan anggaran untuk ketahanan pangan meningkat hampir 7
kali lipat dari Rp10,7 triliun menjadi Rp72,4 triliun. Peningkatan
belanja tersebut dilakukan seraya tetap menjaga defisit anggaran dalam
angka yang selalu lebih rendah dari batas defisit yang ditetapkan dalam
perundang-undangan, yaitu sebesar 3 persen dari PDB.
Prinsip
kehati-hatian fiskal dan pengamanan risiko fiskal juga kita terapkan
dalam pengelolaan utang kita. Rasio utang terus kita turunkan dari 56,6
persen dari PDB pada tahun 2004, menjadi sekitar 25,6 persen pada tahun
2014. Hal ini akan kita terus jaga keseimbangannya di tahun-tahun
mendatang, sehingga anggaran kita tidak mudah terpengaruh oleh gejolak
keuangan domestik maupun global, serta sekaligus untuk makin memperkokoh
kemandirian fiskal kita.
Peran APBN sebagai instrumen kebijakan
untuk meredam gejolak ekonomi dan keuangan selalu kita padukan dan kita
sinkronkan dengan langkah-langkah di bidang moneter, keuangan dan
kebijakan-kebijakan sektoral yang relevan. Pada tahun 2008, misalnya,
ketika terjadi krisis keuangan global --- yang sejumlah pengamat
menyebutnya sebagai krisis keuangan terdahsyat yang dialami dunia sejak
krisis tahun 1929 --- kita meresponsnya dengan melakukan penyesuaian
mendasar APBN kita, disertai dengan langkah-langkah taktis dan cepat di
bidang moneter dan perbankan serta di sektor-sektor terkait. Langkah
kebijakan itu telah berhasil meminimalkan dampak krisis tersebut pada
perekonomian nasional, yang kemudian bangkit kembali dengan cepat. Hal
yang sama juga kita lakukan pada tahun 2013-2014 ini untuk skala krisis
ekonomi yang lebih kecil.
Saudara-saudara sekalian yang saya hormati,
APBN
bukanlah hanya berkaitan dengan tambahan besaran angka-angka pendapatan
dan belanja negara. APBN digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan
pembangunan dan pelayanan pemerintah kepada masyarakat. Dalam sepuluh
tahun terakhir, sekalipun tantangan yang kita hadapi tidak ringan,
seperti krisis ekonomi global dan bencana alam di dalam negeri yang tak
kunjung henti, pembangunan nasional Indonesia tetap dapat kita jalankan
dan optimalkan dengan segenap semangat, kekuatan, dan sumber daya yang
ada.
Indikator-indikator pembangunan menunjukkan bahwa rakyat
Indonesia mengalami peningkatan kesejahteraan dibandingkan periode
sebelumnya, baik secara kuantitas maupun secara kualitas. Pertumbuhan
ekonomi Indonesia meningkat menjadi 5,0 persen pada tahun 2004 dan
terjaga pada kisaran rerata 5,8 persen dalam periode 2005-2013.
Tak
hanya itu, tahun 2014 Bank Dunia mengumumkan bahwa Indonesia termasuk
dalam 10 besar ekonomi dunia berdasarkan metode perhitungan Purchasing Power Parity.
Hal ini adalah sesuatu yang sangat membanggakan dan menunjukkan bahwa
pembangunan ekonomi Indonesia sudah berada dalam jalur yang benar. Ke
depan, Indonesia memiliki potensi yang amat besar untuk menjadi pelaku
penting dalam perekonomian dunia.
Pertumbuhan ekonomi kita tidak
hanya cukup tinggi, namun juga semakin inklusif dan berkualitas.
Pertumbuhan kualitas manusia Indonesia yang tercermin dari Human Development Index (HDI) meningkat dari 0,640 pada tahun 2005 menjadi 0,684 pada tahun 2013, sesuai data UNDP dalam Human Development Report
2014. Rata-rata pendapatan per kapita rakyat Indonesia pada tahun 2004
adalah sebesar USD1.161, dan kemudian selama 9 tahun meningkat
rata-rata 13,0 persen per tahun, sehingga pada tahun 2013 mencapai
USD3.475. Angka ini berdasarkan data indikator ekonomi Bank Dunia.
Kenaikan pendapatan per kapita ini juga menjadi tolok ukur peningkatan
kemakmuran rakyat Indonesia secara umum.
Peningkatan kesejahteraan
tersebut juga berdampak pada penurunan angka kemiskinan Indonesia
menjadi sekitar 11,25 persen pada bulan Maret 2014, dari 16 persen di
tahun 2005. Hal itu juga diikuti dengan penurunan pengangguran terbuka
yang hampir setengahnya dalam kurun waktu yang sama. Pada tahun 2005,
angka pengangguran terbuka masih sebesar 11,2 persen. Dengan kerja keras
dan komitmen yang kuat dari Pemerintah, angka tersebut berhasil
diturunkan menjadi 5,7 persen pada bulan Februari 2014. Pada penghujung
tahun 2013, Pemerintah juga telah meresmikan Sistem Jaminan Sosial
Nasional (SJSN) melalui terbentuknya dua Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial (BPJS), yaitu BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Melalui
kedua program ini Pemerintah memberikan jaminan bagi seluruh rakyat
Indonesia, untuk mengakses fasilitas kesehatan dan memberikan
perlindungan bagi tenaga kerja. BPJS Ketenagakerjaan sendiri akan mulai
berjalan pada tahun 2015 mendatang.
Hadirin yang saya hormati,
Walaupun
telah banyak yang kita capai, kita harus mengakui bahwa sejumlah
sasaran pembangunan belum sepenuhnya dapat dipenuhi. Sejumlah keadaan
belum dapat kita perbaiki secara signifikan. Hal ini, antara lain
disebabkan oleh terdapatnya berbagai permasalahan dan tantangan, baik
dari internal maupun eksternal.
Sebagai dampak dari melambatnya perekonomian global, pertumbuhan ekonomi di sebagian besar negara emerging economies, termasuk Indonesia, mulai menunjukkan perlambatan pada tahun 2013. Selain itu kebijakan pengurangan stimulus moneter atau tapering off oleh Bank Sentral Amerika Serikat, mengakibatkan gejolak yang amat tajam di sektor keuangan di banyak negara emerging economies,
termasuk India, Turki, Brazil, Afrika Selatan dan juga Indonesia.
Tekanan terhadap perekonomian Indonesia tercermin pada tekanan dalam
defisit transaksi berjalan dan gejolak di sektor keuangan. Akibatnya,
nilai tukar rupiah mengalami tekanan yang cukup besar sebagaimana yang
kita rasakan dalam beberapa waktu terakhir.
Untuk mengembalikan
stabilitas ekonomi makro, Pemerintah bersama-sama Bank Indonesia dan
Otoritas Jasa Keuangan (OJK), telah mengambil langkah-langkah strategis
dalam menjaga sta-bilitas perekonomian nasional melalui paket kebijakan
ekonomi yang terkoordinasi baik dari sisi fiskal, moneter, dan sektor
keuangan, maupun sektor riil. Dalam waktu yang relatif singkat, defisit
transaksi berjalan berhasil diturunkan dari USD10 miliar pada triwulan
kedua 2013, menjadi USD4 miliar pada triwulan keempat 2013. Dengan
langkah-langkah ini gejolak di sektor keuangan relatif dapat diredam.
Walaupun terjadi perlambatan pertumbuhan ekonomi, perlu dicatat, bahwa
dengan pertumbuhan 5,8 persen dalam tahun 2013, Indonesia tetap mampu
menempatkan dirinya sebagai negara dengan pertumbuhan tertinggi kedua
diantara negara-negara G-20. Untuk itu saya ingin menyampaikan apresiasi
saya kepada semua pihak, termasuk DPR-RI, jajaran pemerintah daerah,
dunia usaha dan media, yang telah bekerja sama sehingga kita mampu
mengatasi gejolak di tahun 2013 lalu. Harus diakui, dengan
langkah-langkah yang diambil Pemerintah dan Bank Indonesia, untuk
sementara pertumbuhan ekonomi mengalami perlambatan. Namun demikian,
perlambatan sementara ini pada akhirnya akan mendorong pertumbuhan
ekonomi yang lebih kokoh dan berkelanjutan di masa depan. Dengan langkah
ini, pemerintahan baru akan memiliki fondasi yang lebih kuat untuk
pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi di tahun-tahun mendatang.
Kita
ketahui bersama, gejolak ekonomi dan perlambatan ekonomi global terus
berlanjut di tahun 2014, ditambah lagi dengan ketidakpastian geopolitik
diberbagai belahan dunia yang telah menimbulkan berbagai ketidakpastian.
Akibatnya, dalam paruh pertama tahun 2014 pertumbuhan ekonomi Indonesia
melambat menjadi 5,2 persen. Dengan kondisi perekonomian dunia seperti
ini, saya ingin mengingatkan bahwa tantangan ke depan terus terang
tidaklah mudah, bahkan mungkin akan lebih berat dibandingkan sebelumnya.
Perlambatan
pertumbuhan ekonomi tersebut sudah barang tentu berdampak pada
pencapaian sasaran pembangunan yang lain, yaitu tingkat kemiskinan.
Memang, seperti yang saya sampai-kan sebelumnya, kita telah berhasil
menurunkan tingkat kemiskinan, namun penurunan tersebut tidak bisa
secepat yang direncanakan. Oleh karena itu, menjadi tugas kita bersama
untuk terus menurunkan tingkat kemiskinan di masa depan dengan berbagai
upaya yang efektif.
Hadirin sekalian yang saya hormati,
Tahun
2015 mendatang menandai dimulainya pelaksanaan Ren-cana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional (RPJMN) ketiga, tahun 2015–2019. Sebagaimana
kita ketahui bersama, RPJMN merupakan strategi pembangunan dan kebijakan
yang disusun sebagai tahapan untuk mencapai tujuan mewujudkan Indonesia
yang mandiri, adil, dan makmur.
Dalam RPJMN ketiga ini,
Pemerintah telah menetapkan beberapa isu strategis baik di bidang
politik, hukum, pertahanan dan keamanan, maupun perekonomian dan
kesejahteraan rakyat. Penanganan isu-isu strategis ditempuh melalui
program kerja tahunan yang tertuang dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP)
yang pada tahun 2015 mengangkat tema “Melanjutkan Reformasi Pembangunan bagi Percepatan Pembangunan Ekonomi yang Berkeadilan“.
Sejalan dengan tema RKP tahun 2015, maka tema kebijakan fiskal yang diusung adalah “Penguatan Kebijakan Fiskal, dalam Rangka Percepatan Pertumbuhan Ekonomi yang Berkelanjutan dan Berkeadilan”.
Kebijakan fiskal berperan dalam mendorong per-tumbuhan ekonomi,
peningkatan lapangan kerja, pengurangan kemiskinan dan pengurangan
ketimpangan pembangunan. Semua itu pada gilirannya akan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Keseluruhan upaya itu kita lakukan dengan
memperhatikan aspek keadilan dan pengendalian risiko, serta tetap
menjaga kesinam-bungan fiskal.
Selama ini pemerintah telah dan
akan terus berupaya untuk selalu mewujudkan kebijakan fiskal yang sehat
dan berkelanjutan. Upaya-upaya itu kita laksanakan melalui peningkatan
produktivitas APBN, penciptaan iklim investasi yang kondusif namun juga
ramah terhadap lingkungan, penguatan kemampuan stabilisasi fiskal, serta
pengelolaan keuangan negara yang fleksibel, tepat dan bijak. Sama
pentingnya dengan itu, perumusan kebijakan fiskal juga senantiasa
mempertimbangkan harmonisasi dan keseimbangan antara upaya pemenuhan
pelayanan publik, percepatan pencapaian target-target pembangunan
nasional, dan peningkatan perlindung-an sosial.
Kita menyadari
bahwa peran APBN dalam membiayai dan mendorong perekonomian juga
terbatas. Oleh karena itu partisipasi sektor swasta perlu terus kita
gerakkan. Inovasi-inovasi kebijakan dan insentif pemerintah terus kita
kembangkan. Hal lain yang menjadi perhatian kita yaitu peningkatan
kapasitas sumber daya manusia Indonesia, sebagai modal utama percepatan
pembangun-an. Oleh karena itu kebijakan pendidikan juga harus
berorientasi ke depan. Berbagai skema beasiswa terus dikembangkan,
termasuk Presidential Scholarship, guna lebih meningkatkan kualitas gene-rasi muda kita di masa depan.
Untuk
mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih inklusif, dukungan
pengembangan sektor usaha kecil menengah terus kita optimalkan antara
lain melalui sektor perpajakan, dukungan kesempatan berusaha, dukungan
akses pembiayaan, serta pro-duksi dan pemasaran. Pemberdayaan masyarakat
juga perlu terus kita optimalkan. Selain itu bantuan-bantuan sosial dan
pemberian subsidi kepada masyarakat perlu terus diperbaiki agar lebih
tepat dan efektif. Anggaran kita yang terbatas harus benar-benar
dialokasikan untuk seoptimal mungkin kesejahteraan masyarakat, utamanya
kelas menengah bawah. Program-program jaminan sosial kesehatan dan
ketenagakerjaan yang sudah kita canangkan pada akhir 2013 perlu terus
kita perbaiki perencanaannya, kita dorong implementasinya, kita evaluasi
pelaksanaannya. Program-program tersebut merupakan salah satu yang
terbesar dan terluas di dunia. Untuk itu, kita perlu sungguh
berhati-hati dalam menjaga kesinam-bungannya, termasuk implikasinya
terhadap pembiayaannya di masa depan.
Pembangunan ekonomi
Indonesia juga harus kita laksanakan dalam konteks yang berkelanjutan,
dalam arti pembangunan ekonomi yang berwawasan lingkungan. Untuk itu
program-program Rencana Aksi Nasional dan Rencana Aksi Daerah Penurunan
Emisi Gas Rumah Kaca (RAN-GRK dan RAD-GRK) yang telah kita tetapkan,
terus kita laksanakan sebaik-baiknya.
Hadirin sekalian yang saya hormati,
Dengan
memperhatikan perkembangan perekonomian global dan kinerja perekonomian
domestik pada tahun 2013, serta proyeksi tahun 2014 dan 2015, pada
kesempatan ini, saya ingin menyampaikan beberapa gambaran umum atas
sejumlah asumsi dasar ekonomi makro tahun 2015 yang dijadikan landasan
bagi penyusunan arah program kerja dan kebijakan di tahun 2015
mendatang.
Pertama, gejolak dalam perekonomian global
diperkirakan masih terjadi, namun demikian diharapkan terjadi perbaikan
dalam perekonomian dunia. Oleh karena itu pertumbuhan ekonomi pada tahun
2015 diharapkan mencapai 5,6 persen. Pertumbuhan ekonomi yang ingin
kita capai, selain didukung oleh faktor eksternal juga didorong oleh
membaiknya stabilitas dan fundamental ekonomi, serta berlanjutnya
kebijakan struktural dalam upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang
kuat, berimbang, dan berkelanjutan.
Kedua, asumsi inflasi
pada tahun 2015 dijaga pada kisaran 4,4 persen. Upaya menjaga inflasi
akan didukung dengan upaya men-jamin pasokan dan distribusi kebutuhan
masyarakat serta peningkatan koordinasi dan sinergi otoritas fiskal dan
Bank Indonesia.
Ketiga, berkaitan dengan asumsi nilai
tukar rupiah. Adanya kemungkinan Bank Sentral Amerika Serikat melakukan
normalisasi kebijakan moneternya dengan menaikkan tingkat bunga di tahun
2015, akan membawa dampak kepada tekanan nilai tukar rupiah dan mata
uang banyak negara, termasuk Indonesia. Karena itu dibutuhkan satu
asumsi yang realistis dan mampu mengantisipasi perkembangan ke depan.
Melalui langkah-langkah bauran kebijakan makroprudensial yang
terkoordinasi antara pemerintah, Bank Indonesia dan OJK, nilai tukar
Rupiah dalam tahun 2015 diperkirakan akan terjaga dan bergerak relatif
stabil pada kisaran Rp11.900 per dolar Amerika Serikat.
Keempat,
berkaitan dengan asumsi suku bunga. Dengan mempertimbangkan agar Surat
Utang Negara tetap memiliki daya tarik yang tinggi bagi investor dan
juga memperhitungkan risiko peningkatan suku bunga di Amerika Serikat,
maka rata-rata suku bunga Surat Perbendaharaan Negara (SPN) 3 bulan,
diasumsikan pada tingkat 6,2 persen.
Kelima, menyangkut asumsi harga minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude oil Price/ICP).
Setelah mempertimbangkan ber-bagai faktor utama, asumsi rata-rata harga
minyak mentah Indone-sia diperkirakan sebesar USD105 per barel.
Keenam, berkaitan dengan asumsi lifting minyak mentah dan lifting gas bumi. Dalam tahun 2015, lifting
minyak mentah diperkirakan dapat meningkat secara bertahap mencapai
sekitar 845 ribu barel per hari dan gas bumi sekitar 1.248 ribu barel
setara minyak per hari.
Hadirin sekalian yang saya hormati,
Seperti
tahun-tahun sebelumnya, pokok-pokok kebijakan fiskal dan penganggaran
tahun 2015 meliputi tiga bidang utama, yaitu kebijakan pendapatan
negara, kebijakan belanja negara, dan kebijakan pembiayaan anggaran.
Pada
kebijakan pendapatan negara diarahkan untuk mendorong optimalisasi
pendapatan negara dengan tetap menjaga stabilitas ekonomi nasional dan
peningkatan daya saing. Oleh karena itu, dalam upaya mencapai target
penerimaan perpajakan pada tahun 2015, penting diberlakukan beberapa
kebijakan fiskal di bidang perpajakan, antara lain, optimalisasi
penerimaan perpajakan melalui penyempurnaan peraturan perundang-undangan
perpajak-an, ekstensifikasi dan intensifikasi perpajakan, serta
penggalian potensi penerimaan perpajakan secara sektoral.
Dari
total pendapatan negara, penerimaan perpajakan direncanakan mencapai
Rp1.370,8 triliun, naik 10 persen dari target APBNP tahun 2014 sebesar
Rp1.246,1 triliun. Dengan total penerimaan perpajakan sebesar itu, maka
rasio penerimaan perpajakan terhadap PDB atau tax ratio di tahun 2015 menjadi 12,32 persen. Sedangkan tax ratio
dalam arti luas, dengan mempertimbangkan pajak daerah dan penerimaan
sumber daya alam, mencapai 15,62 persen. Untuk mengoptimalkan penerimaan
perpajakan, perlu diimplementasikan berbagai kebijakan insentif pajak,
meliputi peningkatan penghasilan tidak kena pajak, pajak ditanggung
Pemerintah untuk pengembangan sektor tertentu, serta pemberian
pembebasan pajak (tax holiday) dan pengurangan pajak (tax allowances) untuk menstimulasi tumbuhnya sektor strategis ter-tentu, sehingga nilai tambah perekonomian dapat dioptimalkan.
Sejalan
dengan upaya optimalisasi penerimaan perpajakan, pada tahun 2015 perlu
dioptimalkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), khususnya dari PNBP
sumber daya alam melalui upaya pencapaian target produksi, transparansi
pengelolaan, dan efisiensi produksi.
Hadirin sekalian yang saya hormati
Sebagaimana
kita ketahui bersama, salah satu fungsi anggaran belanja negara adalah
sebagai penggerak perekonomian. Peng-alokasian belanja negara yang tepat
sasaran dapat memberikan efek yang besar bagi pertumbuhan ekonomi.
Dalam kaitan itulah, pokok-pokok kebijakan belanja Pemerintah Pusat
tahun 2015 diarahkan untuk:
Pertama, mendukung
penyelenggaraan pemerintahan yang efisien dan efektif melalui program
reformasi birokrasi pada Kementerian Negara dan Lembaga, serta perbaikan
kualitas belanja;
Kedua, meningkatkan daya saing dan kapasitas produksi serta melakukan upaya pengentasan kemiskinan;
Ketiga, mendukung percepatan pencapaian kekuatan dasar TNI yang diperlukan (minimum essential force), sesuai dengan kemampuan keuangan negara dengan lebih memberdayakan industri pertahanan dalam negeri;
Keempat,
meningkatkan efektivitas kebijakan anggaran subsidi yang tepat sasaran
melalui pengendalian besaran subsidi, baik subsidi energi maupun subsidi
non-energi;
Kelima, mendukung pengelolaan sumber daya
alam dan lingkungan hidup, serta melakukan mitigasi terhadap potensi
bencana dan adaptasi terhadap dampak bencana terkini, dalam rangka
meningkatkan ketahanan pangan, air dan energi;
Keenam, meningkatkan dan memperluas akses pendidikan yang berkualitas;
Ketujuh, meningkatkan kualitas penyelenggaraan sistem jaminan sosial nasional di bidang kesehatan dan ketenagakerjaan; dan
Kedelapan, mengantisipasi ketidakpastian perekonomian global melalui dukungan cadangan risiko fiskal.
Berdasarkan
arah kebijakan dan sasaran-sasaran strategis serta berpedoman pada
kriteria-kriteria penganggaran yang saya kemukakan tadi, pada RAPBN
Tahun 2015, alhamdulillah, kita tetap dapat memenuhi amanat
konstitusi untuk mengalokasikan anggar-an pendidikan sebesar 20 persen
dari APBN. Kita bersyukur, dari tahun ke tahun, alokasi anggaran
pendidikan dapat terus kita tingkatkan. Dalam tahun 2014 anggaran
pendidikan telah mencapai Rp375,4 triliun dan tahun 2015 mendatang
direncanakan sebesar Rp404,0 triliun.
Hadirin sekalian yang saya hormati,
Sekarang,
ijinkan saya untuk menguraikan secara rinci pokok-pokok kebijakan dan
rencana pada sisi belanja negara. Pada RAPBN Tahun 2015 direncanakan
terdapat tujuh Kementerian Negara dan Lembaga yang akan mendapat alokasi
anggaran yang cukup besar di atas Rp40 triliun. Ketujuh Kementerian
Negara dan Lembaga itu adalah Kementerian Pertahanan, Kementerian
Pendi-dikan dan Kebudayaan, Kementerian Pekerjaan Umum, Kemen-terian
Agama, Kementerian Kesehatan, Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan
Kementerian Perhubungan.
Alokasi anggaran pada Kementerian
Pendidikan dan Kebuda-yaan sebesar Rp67,2 triliun serta Kementerian
Agama sebesar Rp50,5 triliun, akan diprioritaskan untuk meningkatkan
akses, kualitas, relevansi, dan daya saing pendidikan, melalui
peningkatan dan pemerataan pelayanan pendidikan. Strategi tersebut
ditujukan untuk mempercepat pembangunan sumber daya manusia, sekali-gus
memanfaatkan potensi demografi Indonesia yang produktif.
Sejak
tahun pelajaran 2013/2014, pemerintah terus berupaya agar kualitas
pendidikan terus meningkat dan akses menjadi semakin luas, termasuk
untuk daerah terpencil, terluar dan tertinggal. Disadari bahwa perbaikan
kualitas pendidikan memerlukan pe-ngembangan kompetensi pendidik dan
dukungan ketersediaan infrastruktur. Dalam upaya meningkatkan pemerataan
akses pendi-dikan, dalam tahun 2015, kita tingkatkan lagi penyediaan
bantuan siswa miskin dan beasiswa bagi mahasiswa miskin atau yang
dikenal dengan Bidikmisi.
Alokasi anggaran pada Kementerian
Kesehatan yang sebesar Rp47,4 triliun diprioritaskan untuk peningkatan
akses dan kualitas kesehatan, antara lain berupa peningkatan kualitas
pelayanan kesehatan di puskesmas di daerah perbatasan, dan pulau-pulau
kecil terluar, sehingga memenuhi standar pelayanan Kesehatan Primer
sebanyak 70 puskesmas; pemberian bantuan operasional kesehatan sebanyak
9.715 puskesmas; penyaluran anggaran Penerima Bantuan Iuran (PBI)
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) terkait BPJS kesehatan; serta
peningkatan persentase jumlah bayi usia 0-11 bulan yang memperoleh
imunisasi dasar lengkap sebesar 91 persen. Dengan berbagai program dan
kegiatan tersebut di-harapkan, akses dan kualitas kesehatan masyarakat
akan semakin meningkat di seluruh pelosok tanah air.
Di bidang
pertahanan, dialokasikan dana untuk anggaran Kementerian Pertahanan
sebesar Rp95,0 triliun. Alokasi dana ini antara lain digunakan untuk
melanjutkan pemenuhan kekuatan dasar yang diperlukan (Minimum Essential Forces/MEF),
meningkatkan upaya pemeliharaan dan perawatan melalui peningkatan peran
industri pertahanan dalam negeri, baik produksi alutsista maupun
pemeliharaannya.
Di samping pertahanan negara, alokasi anggaran
untuk Kepolisian Negara Republik Indonesia juga menjadi prioritas yaitu
sebesar Rp47,2 triliun. Alokasi anggaran Polri yang terus me-ningkat,
diharapkan dapat memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat dalam
rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri. Selain itu, Pemerintah
memandang perlu untuk mempertahankan rasio polisi dengan jumlah penduduk
sebesar 1 berbanding 582, yang dilaksanakan dengan menambah jumlah
personil Polri. Dengan berbagai program tersebut, diharapkan Polri dapat
menjalankan tugas-tugas pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat
dengan lebih baik lagi.
Hadirin sekalian yang saya hormati,
Kita
sama-sama menyadari bahwa pembangunan infrastruktur nasional masih jauh
dari sempurna. Hal tersebut sering kita rasakan menjadi penghambat
berbagai peningkatan kegiatan ekonomi dan sosial di tanah air. Untuk
mengatasi berbagai persoalan itu, sejumlah proyek infrastruktur berskala
besar sedang dikerjakan di berbagai wilayah tanah air. Pada tahun 2015,
infrastruktur di-arahkan untuk meningkatkan daya saing perekonomian
nasional, meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat,
mengurangi kesenjangan antar wilayah, serta sebagai perekat kehidupan
berbangsa dan bernegara.
Dua kementerian yang sangat berperan di
bidang pemba-ngunan infrastruktur adalah Kementerian Pekerjaan Umum,
yang dialokasikan dana sebesar Rp74,2 triliun dan Kementerian
Per-hubungan sebesar Rp44,6 triliun. Dengan adanya pengembangan
infrastruktur sebagai faktor utama, diharapkan biaya logistik akan
menurun dari 25,2 persen terhadap PDB pada tahun 2013 menjadi 23,6
persen dari PDB pada tahun 2015.
Di samping konektivitas
nasional, Kementerian Pekerjaan Umum, juga mengemban tugas pembangunan
infrastruktur irigasi dan waduk dalam rangka mendukung ketahanan pangan
dan air bersih serta pembangunan sarana dan prasarana pengaman pantai
sepanjang sekitar 22 kilometer.
Sementara itu, pada tahun 2015
mendatang, melalui Kementeri-an Perhubungan direncanakan akan dibangun 5
bandar udara baru dan mengembangkan serta merehabilitasi 51 bandar
udara.
Hadirin sekalian yang saya hormati,
Selain tujuh
Kementerian Negara dan Lembaga yang mendapat alokasi anggaran yang
dominan, terdapat sejumlah Kementerian Negara dan Lembaga yang
memperoleh pagu alokasi anggaran di atas Rp10,0 triliun, termasuk
Kementerian Pertanian sebesar Rp15,8 triliun yang direncanakan untuk
meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk pertanian. Khusus untuk
sektor Pertanian, di samping anggaran yang telah dialokasikan di atas,
pemerintah juga mengalokasikan dana untuk mendukung sektor pertanian
seperti antara lain irigasi, subsidi pupuk dan subsidi benih.
Selanjutnya,
sebagai salah satu penopang pembangunan yang berkelanjutan, peningkatan
ketahanan energi adalah hal yang mutlak untuk dilakukan. Melalui
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), dialokasikan anggaran
sebesar Rp11,3 triliun yang direncanakan untuk pembangunan
infrastruktur ketenaga-listrikan dan bioenergi.
Anggaran belanja
non-Kementerian Negara dan Lembaga dalam RAPBN tahun 2015 direncanakan
sebesar Rp779,3 triliun, yang dialokasikan antara lain untuk belanja
subsidi dan pembayaran bunga utang.
Anggaran belanja subsidi dalam
RAPBN 2015 dialokasikan sebesar Rp433,5 triliun. Anggaran tersebut
dialokasikan untuk subsidi energi sebesar Rp363,5 triliun, dan subsidi
non-energi sebesar Rp70,0 triliun.
Pemerintah menyadari bahwa
dalam pelaksanaannya, penyaluran subsidi yang seharusnya ditujukan
kepada masyarakat berpen-dapatan rendah, sebagian juga masih dinikmati
oleh masyarakat yang mampu secara ekonomi. Oleh karena itu, sejumlah
kebijakan yang selama ini telah dilakukan untuk meningkatkan efisiensi
energi dan juga alokasi yang lebih tepat sasaran perlu terus dilakukan
dalam tahun 2015. Untuk melanjutkan kebijakan tersebut perlu diambil
langkah-langkah kebijakan berupa peningkatan efisiensi subsidi energi
melalui ketepatan target sasaran; penyaluran subsidi non-energi secara
lebih efisien; penajaman penetapan sasaran dan penyaluran dengan
memanfaatkan data kependudukan yang lebih valid; dan pengendalian
konsumsi BBM bersubsidi.
Dalam RAPBN tahun 2015, dialokasikan
anggaran program pengelolaan utang negara untuk pembayaran bunga utang
sebesar Rp154,0 triliun. Alhamdulillah dalam beberapa tahun
terakhir ini, kita telah berhasil melakukan strategi pengelolaan utang
negara yang, salah satunya ditunjukkan melalui penurunan rasio
pembayaran bunga utang terhadap Belanja Pemerintah Pusat dari 14,9
persen pada tahun 2009 menjadi sebesar 10,6 persen pada tahun 2014.
Saudara Ketua, Para Wakil Ketua, dan Para Anggota Dewan yang terhormat,
Selain
dialokasikan melalui anggaran belanja pemerintah pusat, dalam RAPBN
tahun 2015 pemerintah juga tetap menganggarkan alokasi Transfer ke
Daerah sebagai instrumen pelaksanaan desen-tralisasi fiskal.
Dalam
tahun 2015, sebagai tahun pertama pelaksanaan RPJMN 2015 – 2019, dan
sekaligus konsekuensi atas pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014
tentang Desa, selain Dana Transfer ke Daerah, kepada daerah juga akan
dialokasikan “Dana Desa” melalui realokasi anggaran belanja pusat yang
berbasis Desa. Selanjutnya, untuk pemenuhan Dana Desa sebesar 10 persen
dari dan di luar anggaran transfer ke daerah akan dilakukan secara
bertahap. Dalam RAPBN tahun 2015, alokasi anggaran Transfer ke Daerah
dan Dana Desa direncanakan mencapai Rp640,0 triliun, yang berarti naik
Rp43,5 triliun atau 7,3 persen dari alokasi anggaran transfer ke daerah
tahun 2014.
Selanjutnya, untuk memenuhi amanat Undang-Undang
mengenai Otonomi Khusus, dalam RAPBN tahun 2015 Pemerintah merencanakan
alokasi Dana Otonomi Khusus sebesar Rp16,5 triliun atau naik sekitar
Rp320,4 miliar dari alokasi tahun 2014 sebesar Rp16,1 triliun. Dana
tersebut dialokasikan masing-masing untuk Dana Otonomi Khusus (Dana
Otsus) Provinsi Papua dan Papua Barat sebesar Rp7,0 triliun, dan Dana
Otonomi Khusus untuk Provinsi Aceh sebesar Rp7,0 triliun. Selain Dana
Otsus, kepada Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat juga dialokasikan
Dana Tambahan Infrastruktur yang direncanakan sebesar Rp2,5 triliun.
Dana Otonomi Khusus Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat terutama
ditujukan untuk mendanai bidang pendidikan dan kesehatan. Sementara itu,
Dana Otonomi Khusus Provinsi Aceh diarah-kan terutama untuk mendanai
pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur, pemberdayaan ekonomi rakyat,
pengentasan kemiskinan, serta pendanaan pendidikan, sosial, dan
kesehatan.
Hadirin yang saya muliakan,
Selain melalui dana
Transfer ke Daerah, dalam rangka pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun
2014 tentang Desa, dalam RAPBN tahun 2015, Pemerintah mengusulkan
alokasi anggaran Dana Desa sebesar Rp9,1 triliun. Dana tersebut berasal
dari PNPM yang sebelumnya dikelola oleh Pemerintah Pusat. Penggunaan
dana tersebut akan terus dievaluasi dan akan ditingkatkan secara
bertahap pada tahun-tahun berikutnya sesuai kemampuan keuangan negara.
Pengalokasian Dana Desa tersebut diarahkan terutama untuk meningkatkan
kemandirian masyarakat Desa dalam penye-lenggaraan pemerintahan dan
pembangunan Desa. Dana Desa tersebut, bersama-sama dengan sumber-sumber
pendapatan lainnya, seperti pendapatan asli desa, bagi hasil pajak dan
retribusi daerah kabupaten/kota, alokasi dana desa (ADD) dari bagian
Dana Perimbangan yang diperoleh dari kabupaten/kota, serta bantuan
keuangan dari provinsi/kabupaten/kota diharapkan dapat mendanai seluruh
kewenangan yang menjadi tanggung jawab Desa. Berkaitan dengan itu, saya
meminta agar pemberian sumber-sumber pendanaan yang besar kepada Desa,
dapat diikuti dengan tanggung jawab terhadap pengelolaan keuangan oleh
Desa secara transparan dan akuntabel, guna menghindari segala bentuk
penyimpangan.
Hadirin sekalian yang saya hormati,
Sebagaimana
telah saya kemukakan di awal pidato ini, untuk tahun 2015, kita perlu
terus berupaya mempercepat pencapaian target pembangunan nasional
melalui kebijakan fiskal yang ekspansif. Sebagaimana kita ketahui,
konsekuensi dari kebijakan fiskal yang ekspansif adalah terjadinya
defisit anggaran.
Dalam rangka mendukung pelaksanaan kebijakan
fiskal pada tahun 2015, kebijakan umum pembiayaan diarahkan pada
beberapa kebijakan utama, antara lain: pertama, pengendalian rasio utang terhadap PDB. Kedua, mengutamakan pembiayaan utang yang bersumber dari dalam negeri. Ketiga, mengarahkan pemanfaatan utang untuk kegiatan produktif.
Kita
berharap, melalui serangkaian kebijakan pembiayaan anggaran, rasio
utang Pemerintah terhadap PDB dapat dijaga tren yang menurun dalam
jangka menengah. Penurunan rasio utang pemerintah terhadap PDB harus
terus kita jaga dan lanjutkan guna mencapai kemandirian fiskal yang
berkelanjutan, yang Insya Allah, akan semakin memperkuat struktur ketahanan fiskal kita.
Dengan
uraian RAPBN 2015 yang saya kemukakan tadi, secara garis besar postur
RAPBN 2015 dapat saya sampaikan sebagai berikut: total pendapatan negara
mencapai sebesar Rp1.762,3 triliun yang terdiri dari penerimaan
perpajakan sebesar Rp1.370,8 triliun, PNBP sebesar Rp388,0 triliun dan
penerimaan hibah sebesar Rp3,4 triliun. Sementara itu, total belanja
negara mencapai sebesar Rp2.019,9 triliun yang terdiri dari belanja
pemerintah pusat sebesar Rp1.379,9 triliun dan transfer ke daerah dan
dana desa sebesar Rp640,0 triliun. Dengan demikian, defisit anggaran
dalam RAPBN 2015 adalah sebesar Rp257,6 triliun atau 2,32 persen
terhadap PDB, turun dari defisit APBNP 2014 sebesar 2,4 persen terhadap
PDB.
Saudara Ketua, para Wakil Ketua, dan para Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia,
Saudara Ketua, para Wakil Ketua, dan para Anggota Lembaga-Lembaga Negara,
Saudara-saudara se-Bangsa dan se-Tanah Air,
Hadirin sekalian yang saya muliakan,
Sebelum
mengakhiri keterangan pemerintah ini, ingin saya kemukakan bahwa tahun
2015 merupakan tahun pertama bagi periode pemerintahan hasil Pemilihan
Umum tahun 2014. Kita semua berharap pada tahun 2015, seluruh kebijakan,
program, dan kegiatan yang telah terbukti memperbaiki kondisi bangsa
kita, dan telah terbukti pula meningkatkan kesejahteraan seluruh lapisan
masyarakat dapat terus dilanjutkan dan bahkan ditingkatkan. Sebaliknya,
program dan kegiatan yang kurang efektif bagi masya-rakat dan bagi
peningkatan pembangunan, dapat dievaluasi dan diperbaiki. Saya juga
berkeyakinan pemerintahan mendatang juga akan mengembangkan kebijakan
dan program-program baru guna merespons perkembangan situasi yang
dihadapi.
Dalam perencanaan anggaran dan pembangunan pada beberapa
tahun terakhir, kita menghadapi tantangan pengkaplingan anggaran
belanja untuk bidang-bidang tertentu. Untuk memenuhi amanat
penyelenggaraan negara sesuai UUD 1945, saya berharap pihak eksekutif
dan legislatif tidak lagi membuat regulasi yang melakukan pengkaplingan
alokasi anggaran untuk bidang-bidang tertentu, kecuali yang sudah
diamanatkan di UUD 1945, seperti dana pendidikan 20 persen dari dana
APBN dan APBD. Langkah yang mungkin dapat dilakukan terkait
pengkaplingan tersebut adalah harmonisasi peraturan perundangan,
terutama yang terkait dengan aturan penganggaran. Hal itu dimaksudkan
untuk mengurangi terbatasnya ruang gerak fiskal dalam mendukung
pencapaian sasaran pembangunan.
Di sisi lain, kebijakan penganggaran juga menghadapi persoalan political acceptance
atau penerimaan dan dukungan secara politik, terhadap kebijakan yang
sensitif dan kurang populer seperti pengalihan subsidi BBM dan listrik
kepada subsidi untuk penduduk miskin. Belanja subsidi misalnya, dalam
sepuluh tahun terakhir ini, kita terus berupaya untuk membuat subsidi
menjadi lebih tepat sasaran dan tak melebihi kepantasan dengan menaikkan
harga BBM bersubsidi dan Tarif Dasar Listrik beberapa kali. Pemerintah
kemudian mengalihkan sebagian alokasi subsidi BBM dan listrik tersebut
kepada subsidi untuk rakyat miskin dan layanan kese-hatan. Tahun 2013
lalu pemerintah kembali menaikkan harga BBM bersubsidi dan tahun 2014
ini pemerintah menaikkan Tarif Dasar Listrik. Saya menyadari bahwa
kebijakan tersebut tidak populer. Saya juga merasakan perlawanan
politik yang tidak kecil, terhadap kebijakan ini. Tetapi, semua langkah
itu dilakukan untuk memastikan agar subsidi menjadi tepat sasaran, yang
sesungguhnya juga sesuai dengan rekomendasi audit BPK. Ke depan,
diperlukan kesepahaman bersama dari pemerintah dan legislatif, untuk
melakukan langkah dan upaya bersama agar subsidi kita benar-benar tepat
sasaran, dan jumlahnya tidak melebihi kepatutannya. Langkah bersama
seperti itu sangat penting bagi kesinambungan pembiayaan pembangunan di
masa mendatang.
Kebijakan penganggaran juga menghadapi tantangan
dalam keterbatasan ruang fiskal. Proporsi belanja negara yang
dialokasikan untuk belanja wajib masih relatif tinggi. Untuk itulah,
perlu upaya untuk memberikan ruang gerak yang lebih leluasa agar
Pemerintah dapat melakukan intervensi dalam mengatasi tantangan
pembangunan. Prioritas anggaran selayaknya mengedepankan belanja
produktif untuk mendukung pembangunan infrastruktur dan mengurangi
pendanaan bagi program yang kurang tepat sasaran.
Dalam
implementasinya, proses penyerapan anggaran masih perlu dioptimalkan.
Sekalipun dalam beberapa tahun terakhir ini, kita telah berupaya
mengatasi keterlambatan penyerapan anggaran dengan mempercepat proses
dan prosedur penganggaran, namun hingga saat ini penyerapan anggaran
masih cenderung menumpuk pada triwulan terakhir
Saya juga berharap
agar lembaga-lembaga pengawasan dan pemeriksaan keuangan negara,
seperti BPK, BPKP, dan aparat pengawasan internal pemerintah, untuk
terus mengawasi peren-canaan dan penggunaan anggaran negara, agar lebih
efisien dan efektif, baik di pusat maupun di daerah. Untuk kesekian
kalinya saya meminta agar semua lembaga audit dan lembaga penga-wasan,
termasuk BPK dan KPK, secara proaktif bisa melakukan pencegahan terhadap
penyalahgunaan anggaran, termasuk korupsi. Dari tahun ke tahun masih
kita jumpai apa yang sering saya sebut "kongkalikong" antara oknum
pemerintah dan parlemen, pusat dan daerah, dalam penggunaan anggaran
yang merugikan negara.
Saudara-saudara, sebelum saya menutup
pidato ini, saya juga ingin menyampaikan bahwa bertepatan dengan Hari
Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia ke-69 tanggal 17 Agustus
2014, berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 tahun 2011 tentang Mata Uang,
Pemerintah bersama Bank Indonesia mengumumkan bahwa Rupiah kertas Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan pecahan Rp100.000 tahun emisi
2014 dinyatakan mulai diberlakukan, dikeluarkan, dan diedarkan di
seluruh Indonesia. Hal ini untuk menegaskan bahwa Rupiah sebagai mata
uang Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan salah satu simbol
kedaulatan negara yang harus dihormati dan dibanggakan oleh seluruh
warga negara Indonesia.
Demikianlah penjelasan saya mengenai
Pokok-Pokok Rancangan APBN Tahun 2015. Saya berharap pembahasan RUU
tentang APBN serta Nota Keuangan Tahun 2015 dapat berjalan lancar dan
tepat waktu.
Kita tahu, upaya kita untuk terus memperbaiki dan
membangun negeri ini selama sepuluh tahun bukanlah sebuah proses yang
mudah. Kadang kita berhasil, tak jarang kita harus menerima kekurangan
di sana-sini. Tetapi satu hal yang membuat kita semua bangga, bahwa
upaya itu adalah upaya kita bersama, upaya yang tulus dan
sungguh-sungguh. Kita ingat, Bung Karno dalam pidato Hari Ulang Tahun
Proklamasi Indonesia tahun 1956, berkata, “Tidak seorang pun yang
menghitung-hitung: berapa untung yang kudapat nanti dari Republik ini,
jikalau aku berjuang dan berkorban untuk mempertahankannya”. Kita juga kenang Bung Hatta, dalam pidato pembelaannya di muka hakim di Den Haag mengutip pujangga Belanda Rene De Clercq; “Hanya ada satu negeri, yang menjadi negeriku. Ia tumbuh dengan perbuatan, dan perbuatan itu adalah usahaku”.
Ya, usaha kita bersamalah, yang membuat negeri ini tumbuh, usaha kita
bersamalah yang membuat negeri ini berkembang. Usaha bersama itu tentu
berangkat dari niat dan kehendak baik kita semua.
Akhirnya,
menutup dua periode masa jabatan saya sebagai Presiden Republik
Indonesia, dengan hati yang tulus saya ingin menyampaikan ucapan terima
kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada seluruh rakyat
Indonesia, kepada pimpinan dan para anggota DPR RI dan DPD RI yang
terhormat, atas segala perhatian dan dukungan, serta kerja sama yang
baik selama ini dengan jajaran pemerintahan yang saya pimpin.
Semoga
Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat dan karunia kepada kita semua,
dalam upaya kita menjalankan roda pembangunan menuju bangsa dan negara
yang lebih maju, lebih adil dan lebih sejahtera.
Terima kasih.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Jakarta, 15 Agustus 2014
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PROF. DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Sumber:
MENGINTIP ANGGARAN DESA, UNDANG-UNDANG DESA DAN KEBERLANJUTAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
Arti Undang Undang desa adalah, suatu pengaturan yang bertujuan untuk memajukan memandirikan dan mensejahterakan masyarakat desa tanpa harus kehilangan jati dirinya. Undang-Undang Desa 2014 mengatur secara detail mulai dari wilayah pemerintahan dan wilayah masyarakat.
Undang Undang Desa ini hampir mirip dengan Program PNPM Mandiri yang diluncurkan pada tahun 2007 oleh Presiden SBY di Palu, program ini tujuannya yaitu pengentasan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat, partisipasi aktif masyarakat pedesaan, meningkatkan kualitas hidup masyarakat, meningkatkan kesehatan masyarakat pedesaan, perbaikan dan pembangunan infrastruktur, peningkatan kualitas Pendidikan seperti pembangunan dan perbaikan sekolah di pedesaan.
Manfaat undang-undang desa antara lain :
1. Format kedudukan desa semakin jelas.
2. Pembangunan basis kewilayahan lebih di perhatikan.
3. Kemiskinan lebih diperhatikan, dijabarkan sekitar 50 persen alokasi pembobotan.
4. Pemerintahan desa makin lebih di tingkatkan kapasitasnya dalam penyelenggaraan desa.
5. Menumbuh kembangkan pembangunan desa.
Undang-undang desa diantaranya diwarnai oleh ciri-ciri PNPM Mandiri, prinsip prinsip PNPM Mandiri sebagian ada di undang-undang desa, seperti partisipasi masyarakat sebagai subyek, adanya pendampingan fasilitator, perangkat dan dana desa, tranparansi dana desa. Ada juga mekanisme lapor ke KPK . Mengurangi kontraktor besar, belajar menggunakan tenaga kerja lokal di desa, karena itu kapasitas dan skala desa juga masyarakat dididik bisa mengevaluasi sendiri apa yang ada dilingkungan mereka.
Terdapat 7 sumber pendanaan desa :
1. Pendapatan asli desa (PADesa), dengan cara mengoptimalkan pengelolaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Lembaga Ekonomi Desa ( LED ) menjadi hal yang sangat penting dalam menunjang PADesa.
2. Alokasi APBN ke desa, dari belanja pusat dengan cara efektifkan program-program berbasis desa, minimal 10 persen dari dan diluar transfer daerah on top secara bertahap, sesuai dengan kemampuan uang negara, kemampuan masyarakat dalam mengeloladana. Dana APBN sendiri akan di gelontorkan bertahap di bulan April, Agustus dan Oktober.
3. Dana perimbangan Alokasi Dana Desa ( ADD ) diambilkan minimal 10 persen dana perimbangan (DAU) setelah dikurangi dana alokasi khusus (DAK), penggunaan yang jelas untuk ADD ini yaitu untuk penghasilan tetap kepala desa dan perangkat desa.
4. Bantuan provinsi dan kabupaten/kota
5. Pendapatan lain yang syah
6. Sumbangan pihak ke tiga
7. Dana hibah
Dalam hal ini semua desa di wajibkan untuk berkembang, tak terkecuali desa tertinggal dan berada di pelosok, karena azas undang-undang desa adalah keberagaman kewenangan lokal, asal usul desa dan keberpihakan desa tertinggal lebih di utamakan seperti perhitungan jumlah penduduk, kesulitan geografis, perhitungan angka kemiskinan, luas wilayah, yang tentunya variable perhitungan anggaran akan lebih besar. Diharapkan desa tertinggal ini akan bisa mengejar desa-desa lain yang lebih maju.
Apakah sebenarnya desa itu sudah siap, karena ketika ada gelontoran dana yang sangat besar, desa-desa tersebut akan kaget, maka dari itu desa harus menyiapkan konsep pembangunan desa, yang tentunya konsep yang sangat jelas, meliputi apa saja kebutuhan desa, permasalahan di desa dan apa saja penunjang perekonomian di desa. Dalam hal ini pemerintah tidak gegabah, pendanaan desa tentunya akan di dampingi baik itu oleh program PNPM Mandiri yang sudah berjalan di pedesaan untuk dijadikan instrument terlaksananya undang-undang desa, memanfaatkan fasilitator, atau memanfaatkan pihak kecamatan dalam melakukan perdampingan melalui kasi PMD dan juga tenaga penyuluh. Lembaga-lembaga tersebut di harapkan dapat memberikan bantuan ke desa dalam rangka pemanfaatan dana desa dari pemerintah.
Konsep pertama yang harus dilakukan adalah :
1. Tujuan pembangunan desa.
2. Peningkatan kesejahtraan masyarakat.
3. Meningkatkan kualitas hidup manusia.
4. Penanggulangan kemiskinan.
5. Pelayanan dasar, infrastruktur dasar seperti sekolah, jalan, posyandu juga pelayanan kesehatan ibu dan anak.
Konsep pemerintahan desa bisa di buat melalui musyawarah desa, musyawarah tokoh-tokoh desa, ide dari fasilitator dan atau tenaga penyuluh, akan tetapi peran murni suara desa akan lebih di utamakan.
Pengawasan dana desa :
1. Pengawasan dana desa secara horizontal dan vertikal bisa dilakukan oleh masyarakat melalui BPD, yang melakukan pengawasan dan kemudian bisa melaporkan ke Bupati, oleh Bupati kemudian akan melakukan evaluasi dan pembinaan melalui bawasda dan irjen regional.
2. Aparat penegak hukum, tentunya ketika APBN itu di cairkan ke desa desa.
Tujuan dari dana desa ini untuk kemakmuran rakyat pedesaan. Yang tentunya diharapkan ada pengawasan yang jelas, transparansi, dan jangan biarkan penyerapan anggaran didesa ini menjadi sia-sia.
Sumber : DIALOG KIBM DI TVRI
SEPUTAR PTO 2014 PNPM MANDIRI PERDESAAN
LATAR BELAKANG PTO 2014, PENJELASAN IX, X dan XI
I. Petunjuk Teknis Operasional (PTO) tahun 2014 merupakan pedoman tertinggi dalam pelaksanaan program PNPM Mandiri Perdesaan yang bersifat kebijakan secara nasional sehingga segala sesuatu terkait dengan peraturan pelaksanaan dan kebijakan lokal dengan tujuan pelaksanaan program harus bersifat menguatkan dan tidak bertentangan dengan PTO.
PTO Tahun 2014 merupakan bagian dari persyaratan Loan Agreement antara pemerintah dan lembaga donor yang tertuang dalam project appraisal document. Disusun berdasarkan perkembangan kebutuhan fasilitasi dan pelaksanaan program sebagai perbaikan sistem dan prosedur sebelumnya (PTO 2009).
Beberapa hal yang melatarbelakangi kebijakan;
1 - Penataan dalam kerangka penguatan kelembagaan kegiatan program dan kegiatan dana bergulir sebagai bagian dari pelembagaan kerja sama antar desa secara menyeluruh (BKAD, UPK, BP-UPK, Tim Verifikasi, Tim Pendanaan dan TPK).
2 - Penegasan kepemilikan dana bergulir sebagai milik masyarakat yang dikelola melalui BKAD dan dilaksanakan secara teknis oleh sub unit kegiatan dana program (KDP) dan sub unit kegiatan dana bergulir (KDB) dengan tujuan untuk meningkatkan profesionalitas dan kinerja.
3 - Menurunnya kinerja pengawasan kegiatan dana bergulir, yang diindikasikan dalam 2 hal idle capital dan NPL (SKN)
4 - Lemahnya pengawasan internal kelembagaan dan terjadinya salah kelola oleh Pengurus UPK sehingga berakibat terjadinya penyimpangan dana (dalam jumlah yang besar) dan kasus pidana
5 - Mendorong penguatan kelompok SPP dan peningkatan partisipasi masyarakat dan akses RTM dalam penyelenggaraan kegiatan dana bergulir.
6 - Meningkatkan akuntabilitas dan transparansi melalui tata kelola keuangan yang baik dan benar.
II. Penataan Kelembagaan PNPM Mandiri Perdesaan :
1. Kebijakan Penataan kelembagaan PNPM Mandiri Perdesaan yang dituangkan dalam PTO Penjelasan XI agar digunakan sebagai landasan pertama dan utama untuk pembuatan aturan tambahan yang dibuat berbagai tingkatan untuk memudahkan implementasi dan operasionalisasi bersifat mendukung tujuan program. Kebijakan penataan kelembagaan bersifat dinamis menyesuaikan kondisi referensi peraturan terkait yang ada, sehingga segala bentuk acuan atau aturan yang tidak sesuai dengan kebijakan yang ada merupakan pelanggaran terhadap ketentuan dan tidak diakui sebagai bagian ketentuan pelaksanaan PNPM Mandiri Perdesaan, dengan demikian dalam penataan kelembagaan sekaligus dilakukan koreksi terhadap implementasi kebijakan yang tidak sesuai.
2. Kebijakan kelembagaan dalam PNPM Mandiri Perdesaan terhadap Badan Kerjasama Antar Desa (BKAD) merupakan kelembagaan tertinggi dalam pelaksanaan yang berfungsi sebagai representasi kepemilikan aset. Kepemilikan aset dimaksud meliputi aset kegiatan dana bergulir (meliputi aset lancar dan aset tetap seperti tanah, gedung, kendaraan dan peralatan kantor) dan hasil-hasil kegiatan program (PNPM).
3. Forum MAD merupakan forum tertinggi dalam pengambilan keputusan yang bersifat politis atau kebijakan lokal dalam pelaksanaan PNPM Mandiri Perdesaan.
4. Dengan adanya UU No.6 Tahun 2014 maka penyebutan BKAD dalam UU tersebut mempunyai kekuatan hukum yang mengikat sesuai dengan perundangan yang ada, UPK sebagai pelaksana mandat BKAD maka secara otomatis telah mempunyai payung hukum yang kuat. BKAD secara kelembagaan program telah mempunyai legitimasi dari masyarakat melalui MAD sehingga BKAD telah mempunyai legalitas dan legitimasi dalam pengelolaan program.
5. Kelembagaan pendukung BKAD dibentuk melalui keputusan forum MAD yang terdiri dari : Tim Verifikasi, UPK, BP-UPK, Tim Pendanaan, Tim Penyehatan dan tim-tim lain yang sesuai dengan kebutuhan yang bersifat sebagai pelaksana mandat BKAD.
BKAD dan kelembagaan pendukung dalam menjalankan tugas dan fungsinya bekerja secara profesional. Oleh karena itu seluruh kelembagaan pendukung memperoleh pembiayaan operasional dari sumber kekayaan organisasi yang dipisahkan untuk kepentingan tersebut.
6. Ketentuan hubungan tata laksana dan fungsi kelembagaan (Tim Verifikasi, UPK, BP-UPK, Tim Pendanaan, Tim Penyehatan dan tim-tim lain) sebagai aturan antar lembaga ditetapkan oleh BKAD dalam bentuk Prosedur Operasional Standar.
7. Masyarakat yang terlibat dalam kelembagaan PNPM Mandiri Perdesaan disebut pelaku program yang menjalankan fungsi kelembagaan sebagai perangkat kerja pelaksanaan program. Ketentuan pendanaan kegiatan pelaku program yang bersumber dari dana program telah diatur dalam PTO dan Penjelasan.
8. Pelaku program dipilih oleh masyarakat secara demokratis berdasarkan kepercayaan bukan merupakan jabatan karir yang bersifat karyawan kontrak sehingga dibuat kebijakan periodesasi kepengurusan sebagai bentuk dari pemberian kesempatan partisipasi masyarakat secara lebih luas, kaderisasi dan regenerasi sebagai bagian dari pemberdayaan masyarakat. Pelaku program PNPM di kecamatan (PTO 2014) dibedakan periodesasi kepengurusan lembaga pengurus harian UPK (ketua, bendahara, sekretaris) dan masa kerja pengelola kegiatan dana bergulir (KDB yang meliputi satu orang manajer, tiga staf keuangan terdiri dari satu orang kasir, satu orang administrasi atau pembukuan). Periode kepengurusan dibatasi 3 tahun dan selanjutnya dapat dipilih kembali untuk 1 masa kepengurusan berikutnya. Masa kerja pengelola KDB tidak dibatasi. Pengelola KDB dievaluasi setiap tahun. Masa kerja staff PDP dan PDB diatur dalam SOP dengan skala waktu atau rentang tertentu, mengikuti kaidah profesional, yaitu bekerja dengan standar kompetensi (keahlian, keterampilan dan atau pendidikan tertentu), target/capaian kerja tertentu dan dapat diukur/dievaluasi).
9. Pengurus UPK adalah salah satu unsur pelaku program dimana kebijakan pendanaan pelaku yang bersifat insentif atau honor dengan persyaratan yang disesuaikan kondisi masyarakat dan dipilih oleh masyarakat secara demokrasi berdasarkan kepercayaan. Kebijakan pendanaan pelaku dilakukan secara standart program berlaku nasional yang dituangkan dalam satu PTO, dimana dalam ketentuan PTO tidak dikenal dengan adanya THR dengan alasan bahwa THR merupakan bagian dari konsekuensi kontrak antara pekerja dan pemberi kerja sedangkan Pengurus UPK merupakan salah satu unsur pelaku program dengan Surat Keputusan Bupati bukan berdasarkan kontrak pemberi kerja. Pendanaan THR yang bersumber dari dana program dan telah ada di lapangan bukan kebijakan dalam program sehingga perlu dilakukan koreksi dengan alasan tidak diatur di dalam PTO agar tidak terjadi temuan oleh pemeriksa. Bonus dapat diberikan melalui keputusan BKAD melalui MAD yang bersumber dari Dana Surplus yang dikelola oleh BKAD.
10. Terkait dengan ketentuan dalam penjelasan X (ketentuan biaya operasional, angka 9) mengenai “Tidak diperkenankan memberikan bonus, THR dan tunjangan kehadiran kantor atau uang makan untuk UPK dan kelembagaan pendukung lainnya” diberikan penjelasan sebagai berikut;
a. Dana operasional UPK yang berasal dari 2% dan jasa pinjaman secara teknis tidak dapat dipisahkan karena merupakan komponen pendapatan.
b. Secara teknis prinsip penganggaran biaya operasional berdasarkan pada rasio yang wajar antara total biaya dengan total pendapatan.
c. Pembatasan dimaksud dalam penjelasan X (ketentuan biaya operasional, angka 9) diatur agar tidak terjadi pendanaan yang bersumber dari biaya operasional.
d. Bonus dan tunjangan lainnya dapat diperhitungkan dari surplus yang dikelola oleh BKAD.
e. Biaya makan siang atau makan saat lembur dapat diatur melalui mekanisme pembiayaan operasional.
f. Batasan total biaya operasional yang dikeluarkan UPK maksimal adalah 75% dari pendapatan jasa pinjaman kumulatif tahun berjalan.
11. Pembelian inventaris yang dimaksud dalam penjelasan X (ketentuan biaya operasional, angka 6) adalah;
a. Memperhitungkan nilai kemanfaatan dan kemampuan finansial UPK
b. Pembiayaan inventaris harus direncanakan terlebih dahulu
c. Untuk pembiayaan inventaris dengan nilai besar seperti gedung direncanakan secara bertahap penyediaan dananya agar tidak menggangu pelayanan kegiatan dana bergulir yang menjadi prioritas masyarakat miskin
d. Mempertimbangkan biaya-biaya yang timbul atas barang inventaris yang selanjutnya akan menjadi peningkatan beban biaya operasional.
12. Terhadap aturan pemberian besaran IPTW dapat diperhitungkan besarannya, disepakati dalam MAD dan diatur melalui SOP.
13. Penggunaan sarana/prasarana yang bersumber dari pelaksanaan pengelolaan dana bergulir PNPM Mandiri Perdesaan merupakan milik masyarakat sebagai representasi masyarakat BKAD mempunyai hak dan kewenangan dalam pengaturan dan pengelolaan serta penggunaan atas sarana/prasarana untuk kepentingan dan tujuan program dengan demikian BKAD dan Kelembagaan pendukung program mempunyai hak secara bersama menggunakan sarana/prasarana (contoh: Kantor UPK, Inventaris, Kendaraan Operasional, dsb) untuk tujuan peningkatan pelayanan kepada masyarakat.
14. Dalam penataan kelembagaan khususnya pengelola dana bergulir PNPM Mandiri Perdesaan maka fungsi UPK Pengelola Dana Bergulir bertugas sebagai salah satu kelembagaan dalam pengelolaan dana bergulir bersama dengan Tim Verifikasi, Tim Pendanaan, BP-UPK dan Tim Penyehatan. Jika diperlukan oleh masyarakat dan untuk kepentingan masyarakat maka BKAD dapat membentuk unit kerja lain sebagai pelaksana mandat BKAD untuk kegiatan lain misalnya pengelolaan pasar desa, pengelolaan listrik desa, dsb. Dengan demikian dalam penataan kelembagaan PTO 2014 dimungkinkan pembentukan unit kerja lain.
III. Penataan Pengelolaan Dana Bergulir
1. Penataan pengelolaan dana bergulir merupakan salah satu bentuk penyesuaian kebijakan program terkait dengan penegasan kepemilikan dana oleh masyarakat, jumlah dana dikelola yang besar, fungsi kelembagaan pengelola bersifat kolektif kolegial, tata kelola/aturan yang transparan bertujuan menumbuhkan tanggungjawab kolektif antar kelembagaan pengelola yang berasal dari unsur masyarakat.
2. Kelembagaan UPK sebagai salah satu kelembagaan pengelola dana bergulir dan pelaksana mandat BKAD secara otomatis telah dipayungi oleh UU.No.6 Tahun 2014.
3. Kebijakan penataan rekening yang berasal dari kegiatan dana bergulir bertujuan untuk menumbuhkan transparansi, tanggung jawab kolektif dan akuntabilitas antar kelembagaan pengelola dana bergulir, serta memisahkan fungsi pengelola dan fungsi otorisasi terhadap penggunaan dana.
4. Pengelolaan Rekening Pengembalian UEP dan SPP tetap dikelola oleh UPK dengan menguatkan fungsi pengendalian antar lembaga melalui perubahan specimen tanpa melibatkan UPK dengan tujuan untuk meningkatkan memperluas peran UPK dalam pengembangan kegiatan dana bergulir melalui pembinaan kelompok, administrasi dan pelaporan kegiatan dana bergulir.
5. Pengelolaan Rekening BKAD bertujuan untuk memisahkan kinerja keuangan yang tidak berkaitan dengan kegiatan dana bergulir dan memberikan peran pengaturan dan pengelolaan surplus kepada BKAD sebagai representasi kepemilikan oleh masyarakat. Dalam hal pengawasan dan pengendalian pengelolaan dana surplus oleh BKAD, MAD dapat menugaskan secara khusus BP-UPK untuk melakukan pemeriksaan pengelolaan dana surplus dan melaporkan kepada MAD.
IV. Penentuan wilayah perguliran
PTO PNPM Mandiri Perdesaan harus mampu memenuhi kebutuhan pendasaran sistem perguliran untuk berbagai jenis wilayah Indonesia termasuk daerah terpencil dan kepulauan, dimana tidak memungkinkan lagi dilakukan perguliran di tingkat kecamatan dan aturan tentang pelaksanaan perguliran di wilayah desa telah diatur sejak diterbitkannya PTO Program Pengembangan Kecamatan dengan pertimbangan hal-hal: akses masyarakat terhadap UPK di kecamatan, besaran dana bergulir yang dikelola, dan efektifitas & efisiensi pengelolaan dana bergulir, sehingga kebijakan tersebut tetap diperlukan sebagai rujukan kebijakan skala nasional.
V. Penataan Pembayaran Supplier/Pemasok
Pembayaran suplayer dilakukan dengan cara transfer dari UPK langsung supplier, Hal ini dimaksudkan;
1. Untuk menguatkan sekaligus mengembalikan fungsi UPK sebagai pengelola kegiatan yang bertanggung jawab atas seluruh pelaksanaan kegiatan program.
2. Penguatan fungsi kontrol atau pengendalian untuk menjamin akuntabilitas belanja yang dilakukan oleh TPK.
TPK tetap berfungsi sebagai pengelola di desa.
I. Petunjuk Teknis Operasional (PTO) tahun 2014 merupakan pedoman tertinggi dalam pelaksanaan program PNPM Mandiri Perdesaan yang bersifat kebijakan secara nasional sehingga segala sesuatu terkait dengan peraturan pelaksanaan dan kebijakan lokal dengan tujuan pelaksanaan program harus bersifat menguatkan dan tidak bertentangan dengan PTO.
PTO Tahun 2014 merupakan bagian dari persyaratan Loan Agreement antara pemerintah dan lembaga donor yang tertuang dalam project appraisal document. Disusun berdasarkan perkembangan kebutuhan fasilitasi dan pelaksanaan program sebagai perbaikan sistem dan prosedur sebelumnya (PTO 2009).
Beberapa hal yang melatarbelakangi kebijakan;
1 - Penataan dalam kerangka penguatan kelembagaan kegiatan program dan kegiatan dana bergulir sebagai bagian dari pelembagaan kerja sama antar desa secara menyeluruh (BKAD, UPK, BP-UPK, Tim Verifikasi, Tim Pendanaan dan TPK).
2 - Penegasan kepemilikan dana bergulir sebagai milik masyarakat yang dikelola melalui BKAD dan dilaksanakan secara teknis oleh sub unit kegiatan dana program (KDP) dan sub unit kegiatan dana bergulir (KDB) dengan tujuan untuk meningkatkan profesionalitas dan kinerja.
3 - Menurunnya kinerja pengawasan kegiatan dana bergulir, yang diindikasikan dalam 2 hal idle capital dan NPL (SKN)
4 - Lemahnya pengawasan internal kelembagaan dan terjadinya salah kelola oleh Pengurus UPK sehingga berakibat terjadinya penyimpangan dana (dalam jumlah yang besar) dan kasus pidana
5 - Mendorong penguatan kelompok SPP dan peningkatan partisipasi masyarakat dan akses RTM dalam penyelenggaraan kegiatan dana bergulir.
6 - Meningkatkan akuntabilitas dan transparansi melalui tata kelola keuangan yang baik dan benar.
II. Penataan Kelembagaan PNPM Mandiri Perdesaan :
1. Kebijakan Penataan kelembagaan PNPM Mandiri Perdesaan yang dituangkan dalam PTO Penjelasan XI agar digunakan sebagai landasan pertama dan utama untuk pembuatan aturan tambahan yang dibuat berbagai tingkatan untuk memudahkan implementasi dan operasionalisasi bersifat mendukung tujuan program. Kebijakan penataan kelembagaan bersifat dinamis menyesuaikan kondisi referensi peraturan terkait yang ada, sehingga segala bentuk acuan atau aturan yang tidak sesuai dengan kebijakan yang ada merupakan pelanggaran terhadap ketentuan dan tidak diakui sebagai bagian ketentuan pelaksanaan PNPM Mandiri Perdesaan, dengan demikian dalam penataan kelembagaan sekaligus dilakukan koreksi terhadap implementasi kebijakan yang tidak sesuai.
2. Kebijakan kelembagaan dalam PNPM Mandiri Perdesaan terhadap Badan Kerjasama Antar Desa (BKAD) merupakan kelembagaan tertinggi dalam pelaksanaan yang berfungsi sebagai representasi kepemilikan aset. Kepemilikan aset dimaksud meliputi aset kegiatan dana bergulir (meliputi aset lancar dan aset tetap seperti tanah, gedung, kendaraan dan peralatan kantor) dan hasil-hasil kegiatan program (PNPM).
3. Forum MAD merupakan forum tertinggi dalam pengambilan keputusan yang bersifat politis atau kebijakan lokal dalam pelaksanaan PNPM Mandiri Perdesaan.
4. Dengan adanya UU No.6 Tahun 2014 maka penyebutan BKAD dalam UU tersebut mempunyai kekuatan hukum yang mengikat sesuai dengan perundangan yang ada, UPK sebagai pelaksana mandat BKAD maka secara otomatis telah mempunyai payung hukum yang kuat. BKAD secara kelembagaan program telah mempunyai legitimasi dari masyarakat melalui MAD sehingga BKAD telah mempunyai legalitas dan legitimasi dalam pengelolaan program.
5. Kelembagaan pendukung BKAD dibentuk melalui keputusan forum MAD yang terdiri dari : Tim Verifikasi, UPK, BP-UPK, Tim Pendanaan, Tim Penyehatan dan tim-tim lain yang sesuai dengan kebutuhan yang bersifat sebagai pelaksana mandat BKAD.
BKAD dan kelembagaan pendukung dalam menjalankan tugas dan fungsinya bekerja secara profesional. Oleh karena itu seluruh kelembagaan pendukung memperoleh pembiayaan operasional dari sumber kekayaan organisasi yang dipisahkan untuk kepentingan tersebut.
6. Ketentuan hubungan tata laksana dan fungsi kelembagaan (Tim Verifikasi, UPK, BP-UPK, Tim Pendanaan, Tim Penyehatan dan tim-tim lain) sebagai aturan antar lembaga ditetapkan oleh BKAD dalam bentuk Prosedur Operasional Standar.
7. Masyarakat yang terlibat dalam kelembagaan PNPM Mandiri Perdesaan disebut pelaku program yang menjalankan fungsi kelembagaan sebagai perangkat kerja pelaksanaan program. Ketentuan pendanaan kegiatan pelaku program yang bersumber dari dana program telah diatur dalam PTO dan Penjelasan.
8. Pelaku program dipilih oleh masyarakat secara demokratis berdasarkan kepercayaan bukan merupakan jabatan karir yang bersifat karyawan kontrak sehingga dibuat kebijakan periodesasi kepengurusan sebagai bentuk dari pemberian kesempatan partisipasi masyarakat secara lebih luas, kaderisasi dan regenerasi sebagai bagian dari pemberdayaan masyarakat. Pelaku program PNPM di kecamatan (PTO 2014) dibedakan periodesasi kepengurusan lembaga pengurus harian UPK (ketua, bendahara, sekretaris) dan masa kerja pengelola kegiatan dana bergulir (KDB yang meliputi satu orang manajer, tiga staf keuangan terdiri dari satu orang kasir, satu orang administrasi atau pembukuan). Periode kepengurusan dibatasi 3 tahun dan selanjutnya dapat dipilih kembali untuk 1 masa kepengurusan berikutnya. Masa kerja pengelola KDB tidak dibatasi. Pengelola KDB dievaluasi setiap tahun. Masa kerja staff PDP dan PDB diatur dalam SOP dengan skala waktu atau rentang tertentu, mengikuti kaidah profesional, yaitu bekerja dengan standar kompetensi (keahlian, keterampilan dan atau pendidikan tertentu), target/capaian kerja tertentu dan dapat diukur/dievaluasi).
9. Pengurus UPK adalah salah satu unsur pelaku program dimana kebijakan pendanaan pelaku yang bersifat insentif atau honor dengan persyaratan yang disesuaikan kondisi masyarakat dan dipilih oleh masyarakat secara demokrasi berdasarkan kepercayaan. Kebijakan pendanaan pelaku dilakukan secara standart program berlaku nasional yang dituangkan dalam satu PTO, dimana dalam ketentuan PTO tidak dikenal dengan adanya THR dengan alasan bahwa THR merupakan bagian dari konsekuensi kontrak antara pekerja dan pemberi kerja sedangkan Pengurus UPK merupakan salah satu unsur pelaku program dengan Surat Keputusan Bupati bukan berdasarkan kontrak pemberi kerja. Pendanaan THR yang bersumber dari dana program dan telah ada di lapangan bukan kebijakan dalam program sehingga perlu dilakukan koreksi dengan alasan tidak diatur di dalam PTO agar tidak terjadi temuan oleh pemeriksa. Bonus dapat diberikan melalui keputusan BKAD melalui MAD yang bersumber dari Dana Surplus yang dikelola oleh BKAD.
10. Terkait dengan ketentuan dalam penjelasan X (ketentuan biaya operasional, angka 9) mengenai “Tidak diperkenankan memberikan bonus, THR dan tunjangan kehadiran kantor atau uang makan untuk UPK dan kelembagaan pendukung lainnya” diberikan penjelasan sebagai berikut;
a. Dana operasional UPK yang berasal dari 2% dan jasa pinjaman secara teknis tidak dapat dipisahkan karena merupakan komponen pendapatan.
b. Secara teknis prinsip penganggaran biaya operasional berdasarkan pada rasio yang wajar antara total biaya dengan total pendapatan.
c. Pembatasan dimaksud dalam penjelasan X (ketentuan biaya operasional, angka 9) diatur agar tidak terjadi pendanaan yang bersumber dari biaya operasional.
d. Bonus dan tunjangan lainnya dapat diperhitungkan dari surplus yang dikelola oleh BKAD.
e. Biaya makan siang atau makan saat lembur dapat diatur melalui mekanisme pembiayaan operasional.
f. Batasan total biaya operasional yang dikeluarkan UPK maksimal adalah 75% dari pendapatan jasa pinjaman kumulatif tahun berjalan.
11. Pembelian inventaris yang dimaksud dalam penjelasan X (ketentuan biaya operasional, angka 6) adalah;
a. Memperhitungkan nilai kemanfaatan dan kemampuan finansial UPK
b. Pembiayaan inventaris harus direncanakan terlebih dahulu
c. Untuk pembiayaan inventaris dengan nilai besar seperti gedung direncanakan secara bertahap penyediaan dananya agar tidak menggangu pelayanan kegiatan dana bergulir yang menjadi prioritas masyarakat miskin
d. Mempertimbangkan biaya-biaya yang timbul atas barang inventaris yang selanjutnya akan menjadi peningkatan beban biaya operasional.
12. Terhadap aturan pemberian besaran IPTW dapat diperhitungkan besarannya, disepakati dalam MAD dan diatur melalui SOP.
13. Penggunaan sarana/prasarana yang bersumber dari pelaksanaan pengelolaan dana bergulir PNPM Mandiri Perdesaan merupakan milik masyarakat sebagai representasi masyarakat BKAD mempunyai hak dan kewenangan dalam pengaturan dan pengelolaan serta penggunaan atas sarana/prasarana untuk kepentingan dan tujuan program dengan demikian BKAD dan Kelembagaan pendukung program mempunyai hak secara bersama menggunakan sarana/prasarana (contoh: Kantor UPK, Inventaris, Kendaraan Operasional, dsb) untuk tujuan peningkatan pelayanan kepada masyarakat.
14. Dalam penataan kelembagaan khususnya pengelola dana bergulir PNPM Mandiri Perdesaan maka fungsi UPK Pengelola Dana Bergulir bertugas sebagai salah satu kelembagaan dalam pengelolaan dana bergulir bersama dengan Tim Verifikasi, Tim Pendanaan, BP-UPK dan Tim Penyehatan. Jika diperlukan oleh masyarakat dan untuk kepentingan masyarakat maka BKAD dapat membentuk unit kerja lain sebagai pelaksana mandat BKAD untuk kegiatan lain misalnya pengelolaan pasar desa, pengelolaan listrik desa, dsb. Dengan demikian dalam penataan kelembagaan PTO 2014 dimungkinkan pembentukan unit kerja lain.
III. Penataan Pengelolaan Dana Bergulir
1. Penataan pengelolaan dana bergulir merupakan salah satu bentuk penyesuaian kebijakan program terkait dengan penegasan kepemilikan dana oleh masyarakat, jumlah dana dikelola yang besar, fungsi kelembagaan pengelola bersifat kolektif kolegial, tata kelola/aturan yang transparan bertujuan menumbuhkan tanggungjawab kolektif antar kelembagaan pengelola yang berasal dari unsur masyarakat.
2. Kelembagaan UPK sebagai salah satu kelembagaan pengelola dana bergulir dan pelaksana mandat BKAD secara otomatis telah dipayungi oleh UU.No.6 Tahun 2014.
3. Kebijakan penataan rekening yang berasal dari kegiatan dana bergulir bertujuan untuk menumbuhkan transparansi, tanggung jawab kolektif dan akuntabilitas antar kelembagaan pengelola dana bergulir, serta memisahkan fungsi pengelola dan fungsi otorisasi terhadap penggunaan dana.
4. Pengelolaan Rekening Pengembalian UEP dan SPP tetap dikelola oleh UPK dengan menguatkan fungsi pengendalian antar lembaga melalui perubahan specimen tanpa melibatkan UPK dengan tujuan untuk meningkatkan memperluas peran UPK dalam pengembangan kegiatan dana bergulir melalui pembinaan kelompok, administrasi dan pelaporan kegiatan dana bergulir.
5. Pengelolaan Rekening BKAD bertujuan untuk memisahkan kinerja keuangan yang tidak berkaitan dengan kegiatan dana bergulir dan memberikan peran pengaturan dan pengelolaan surplus kepada BKAD sebagai representasi kepemilikan oleh masyarakat. Dalam hal pengawasan dan pengendalian pengelolaan dana surplus oleh BKAD, MAD dapat menugaskan secara khusus BP-UPK untuk melakukan pemeriksaan pengelolaan dana surplus dan melaporkan kepada MAD.
IV. Penentuan wilayah perguliran
PTO PNPM Mandiri Perdesaan harus mampu memenuhi kebutuhan pendasaran sistem perguliran untuk berbagai jenis wilayah Indonesia termasuk daerah terpencil dan kepulauan, dimana tidak memungkinkan lagi dilakukan perguliran di tingkat kecamatan dan aturan tentang pelaksanaan perguliran di wilayah desa telah diatur sejak diterbitkannya PTO Program Pengembangan Kecamatan dengan pertimbangan hal-hal: akses masyarakat terhadap UPK di kecamatan, besaran dana bergulir yang dikelola, dan efektifitas & efisiensi pengelolaan dana bergulir, sehingga kebijakan tersebut tetap diperlukan sebagai rujukan kebijakan skala nasional.
V. Penataan Pembayaran Supplier/Pemasok
Pembayaran suplayer dilakukan dengan cara transfer dari UPK langsung supplier, Hal ini dimaksudkan;
1. Untuk menguatkan sekaligus mengembalikan fungsi UPK sebagai pengelola kegiatan yang bertanggung jawab atas seluruh pelaksanaan kegiatan program.
2. Penguatan fungsi kontrol atau pengendalian untuk menjamin akuntabilitas belanja yang dilakukan oleh TPK.
TPK tetap berfungsi sebagai pengelola di desa.
SISTEM INFORMASI DESA
Lahirnya UU No 6 Tahun 2014 memberi harapan baru bagi kemajuan Desa dimasa yang akan datang, salah satunya adalah tentang Sistem Informasi Desa sebagaimana diamanatkan pasal 86. Sistem Informasi Desa kedepan dapat dikembangkan untuk menjalankan empat fungsi utama sebagai berikut :
Fungsi Media Transparansi dan Informasi
Fungsi Perbaikan Pelayanan dan Tata Kelola Pemerintahan Desa
Fungsi Interkoneksi data antara Desa dengan Supra Desa
Fungsi Promosi Produk Unggulan Desa
Untuk dapat menjalankan Fungsi Transparansi dan Informasi didalam SID dapat dikembangkan aplikasi web/portal desa yang terintegrasi dengan aplikasi-aplikasi lainnya. Web/portal desa didesain untuk menjalankan dua fungsi utama sebagai berikut :
1. Fungsi Transparansi
Fungsi Tranparasi merupakan menu wajib dari web desa yang merupakan tuntutan perundang-undangan sebagai berikut :
a. Informasi Publik adalah hak Masyarakat sebagaimana diamanatkan pasal UU No 6 Tahun 2014 tentang Desa.
b. Menyebarkan Informasi Publik adalah kewajiban Badan Publik.
Kewajiban badan public untuk untuk menyebarkan informasi public diamanatkan oleh UU No 14 Tahun 2008 Tentang Kebebasan Informasi Publik maupun UU No 6 tahun 2014 tentang Desa .
c. Badan Publik wajib membangun Sistem Informasi untuk menyebarluaskan Informasi Publik.
Keharusan/ kewajiban badan public membangun Sistem Informasi untuk menyebarluaskan Informasi Publik diamanatkan UU No 14 Tahun 2008 Pasal 7 ayat (3) “ Untuk melaksanakan kewajiban, Badan Publik harus membangun dan mengembangkan sistem informasi dan dokumentasi untuk mengelola Informasi Publik secara baik dan efisien sehingga dapat diakses dengan mudah”, UU No 6 Tahun 2014 Pasal 82 (4) “ Pemerintah Desa wajib menginformasikan perencanaan dan pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa, Rencana Kerja Pemerintah Desa, dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa kepada masyarakat Desa melalui layanan informasi kepada umum dan melaporkannya dalam Musyawarah Desa paling sedikit 1 (satu) tahun sekali “
Agar dapat memenuhi tuntutan perudang-undangan sebagaimana di sebutkan diatas maka menu /konten wajib yang harus ada dalam web/portal desa adalah sebagai berikut :
1). Proses Kebijakan public
a. Waktu penyusunan
b. Mekanisme dan tahapan
c. Draft rancangan dokumen publik
2). Hasil kebijakan public ( Regulasi/Dokumen )
a. Peraturan Bersama Kepala Desa, Perdes, Perkades, SK Kades
b. Dokumen Perencanaan Pembangunan ( RPJMDes dan RKP Desa )
c. Dokumen Anggaran ( RKA, APB Desa, DPA)
d. Laporan Pertanggungjawaban Pemdes
e. Profil Desa
3). Pelaksanaan Kebijakan Publik
a. Proses dan Informasi Pengadaan Barang dan Jasa Desa
b. Pelaksanaan dan hasil pembangunan
c. Pelaksanaan dan hasil kebijkan public lainnya
2. Fungsi Media Informasi
Dalam hal ini web/portal desa dikembangkan menjadi media informasinya masyarakat desa.
Memberikan informasi yaitu kegiatan untuk mengumpulkan, menyimpan data, fakta, pesan, opini dan komentar, sehingga masyarakat desa bisa mengetahui keadaan yang terjadi di di desanya dan diluar desanya.
Membangun kesadaran warga yaitu menggugah kesadaran akan hak dan kewajibannya sebagai warga masyarakat.
Memberikan motivasi, yaitu memberikan dorongan untuk berinovasi, berkreasi dan bekerja untuk memajukan diri dan desanya.
Ruang diskusi public, yaitu memberikan ruang untuk mendiskusikan berbagai hal yang berkaitan dengan desa.
Hiburan; yaitu memberikan hiburan yang sehat bagi warga masyarakat desa.
Yang perlu di ingat oleh para pengembang dan pengelola sistem informasi desa bahwa menjadikan web/ portal desa sebagai wahana transparansi haruslah dikedepankan karena hal tersebut merupakan tuntutan dari UU Desa.
Dalam UU No 6 Tahun 2014 Pasal 24 disebutkan “Penyelenggaraan Pemerintahan Desa berdasarkan asas:
a. kepastian hukum;
b. tertib penyelenggaraan pemerintahan;
c. tertib kepentingan umum;
d. keterbukaan;
e. proporsionalitas;
f. profesionalitas;
g. akuntabilitas;
h. efektivitas dan efisiensi;
i. kearifan lokal;
j. keberagaman; dan
k. partisipatif “.
Berkaitan dengan hal tersebut maka Sistem Informasi Desa kedepan harus di kembangkan untuk memperbaiki Layanan dan Tata Kelola Pemerintahan Desa.
Tujuan pengembangan Program Aplikasi Sistem Informasi manajemen Desa ini adalah:
1- Menyediakan data base mengenai kondisi Desa yang terpadu baik dari aspek perencanaan, pengelolaan keuangan, pengelolaan aset, kepegawaian maupun pelayanan publik yang dapat digunakan untuk penilaian kinerja pemerintah desa.
2- Menghasilkan informasi yang komprehensif, tepat dan akurat terhadap manajemen pemerintah desa dan pihak pihak yang berkepentingan.
3- Mempersiapkan aparat desa untuk mencapai tingkat penguasaan dan pendayagunaan teknologi informasi yang lebih baik.
4- Memperkuat basis pemerintah desa dalam melaksanakan otonomi desa.